Pancasila Sebagai Sumber Hukum

Bagi masyarakat Indonesia, Pancasila bukanlah sesuatu yang asing. Pancasila terdiri atas 5 (lima) asas, tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dan diperuntukkan sebagai dasar negara Republik Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan popular disebut sebagai dasar filsafat negara (Philosofische Gronslag). Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara RI, pada hakikatnya sebagai dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum Indonesia. Maka kedudukan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia, baik yang tertulis yaitu UUD Negara maupun hukum dasar tidak tertulis atau konvensi.
Menurut Prof. Hamid S. Attamimi, Pancasila berkedudukan sebagai Cita Hukum (Rechtsidee) - bukan cita-cita hukum - dari negara Indonesia. Pancasila adalah Cita Hukum yang menguasai hukum dasar negara baik tertulis maupun tidak tertulis. Cita Hukum berarti gagasan, pikiran, rasa, dan cipta mengenai hukum yang seharusnya diinginkan masyarakat. Pancasila sebagai cita hukum memiliki dua fungsi :
  • Regulatif, artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dan dibuat adil atau tidak bagi masyarakat.
  • Konstitutif, artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka hukum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum.
Dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara. Pernyataan ini sesuai dengan kedudukannya, yaitu sebagai dasar (filosofi) negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Sebagai sumber nilai dan norma negara maka setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Lebih jelas lagi bahwa Pancasila sebagai sumber dasar hukum nasional artinya nilai-nilai Pancasila dijadikan sumber normatif penyusunan hukum oleh karena Pancasila sendiri merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk sebagai sumber tertib hukum di negara Republik Indonesia. Konsekuensinya, seluruh peraturan perundang-unsdangan serta penjabarannya senantiasa berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar bernegara yang menjadi sumber, dasar, landasan norma, serta memberi fungsi konstitutif dan regulatif bagi penyusunan hukum-hukum negara.
Menurut Hans Nawiasky, norma hukum dalam suatu negara berjenjang dan bertingkat membentuk suatu tertib hukum. Norma yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam negara yang disebut sebagai Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm). Norma dalam negara itu selain berjenjang, bertingkat dan berlapis, juga membentuk kelompok norma hukum.
Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara terdiri atas 4 (empat) kelompok dasar, yaitu:
  1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara,
  2. Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok negara,
  3. Formellgesetz atau undang-undang,
  4. Verordnung dan Autonome Satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom.
Kelompok norma itu bertingkat dan membentuk piramida. Kelompok norma tersebut hampir selalu ada dalam susunan norma hukum setiap negara walaupun mempunyai istilah-istilah yang berbeda ataupun jumlah norma hukum yang berbeda dalam tiap kelompoknya.
Apabila dikaitkan dengan norma hukum di Indonesia maka jelas bahwa Pancasila berkedudukan sebagai Staatsfundamentalnorm menurut Hans Nawiasky. Di bawah Staatsfundamentalnorm terdapat Staatsgrundgesetz atau aturan dasar negara. Aturan dasar negara disebut juga dengan hukum dasar negara atau konstitusi negara. Dengan demikian, dasar negara menjadi tempat bergantung atau sumber dari konstitusi negara. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia menjadi sumber norma bagi UUD 1945 sebagai konsitusi negara.
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Berikut ini adalah uraian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendapat masyarakat tentang arti hukum. Artinya, pengertian apakah yang diberikan masyarakat pada hukum. Arti-arti yang diberikan antara lain:
  1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pikiran,
  2. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi,
  3. Hukum sebagai kaedah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan,
  4. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaedah-kaedah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis,
  5. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law-enforcement officer),
  6. Hukum sebagai keputusan penguasa, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan,
  7. Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan yang “teratur”, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian,
  8. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk (G. Duncan Mitchell : 1977).
Pentingnya mengadakan identifikasi terhadap pelbagai arti hukum adalah untuk mencegah terjadinya kesimpangsiuran di dalam melakukan studi terhadap hukum, maupun di dalam penerapannya.
Hukum itu merupakan keseluruhan keputusan-keputusan (dari pejabat maupun antar pribadi), yang dilandasi keyakinan atau kesadaran akan kedamaian pergaulan hidup.
Faham tentang kesadaran hukum sebenarnya berkisar pada pikiran-pikiran yang menganggap bahwa kesadaran dalam diri warga masyarakat merupakan suatu faktor yang menentukan bagi sahnya hukum. Masalah keasadaran hukum timbul di dalam proses penerapan daripada hukum positif tertulis. Di dalam kerangka proses terssebut timbul masalah oleh karena adanya ketidaksesuaian antara dasar sahnya hukum (yaitu pengendalian sosial dari penguasa atau kesadaran warga masyarakat) dengan kenyataan-kenyataan dipatuhinya ataupun tidak ditaatinya hukum positif tertulis tersebut. Merupakan suatu keadaan yang dicita-citakan, bahwa ada kesesuaian proporsional antara pengendalian sosial antar penguasa, kesadaran warga masyarakat dan kenyataan dipatuhinya hukum yang mengikat warga masyarakat, kecuali atas dasar kesadaran hukumnya (G. E. Langemeijer : 1970).
Jadi, kesadaran hukum merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebetulnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian (menurut) hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan (Paul Scholten : 1954). Secara langsung maupun tidak langsung, kesadaran hukum berkaitan erat dengan kepatuhan atau ketaatan hukum, yang dikonkritkan dalam sikap tindak atau perikelakuan manusia.