Khusyu' Manfaat dan mudharatnya bagi yang menjalaninya

Sungguh diperlukan pertimbangan yang panjang dan editing berulang-ulang sebelum memutuskan untuk menyajikan tulisan ini, karena tulisan ini membeberkan masalah yang secara tradisional merupakan tabu yang hanya dibicarakan secara bisik-bisik di belakang layar oleh para senior. Penulisan naskah inipun semata-mata terdesak oleh kebutuhan untuk menyelamatkan manusia dari kesesatan dalam bentuk malpraktek yang terjadi justru sebagai akibat dari penyembunyian ilmu tentang khusyu' ini. Arus informasi kini tak terbendung lagi seperti dulu-dulu tanpa dikendalikan siapa yang pantas mengetahui dan siapa yang belum atau tidak pantas, hingga kini diperlukan filter yang memungkinkan penerima informasi dapat memisahkan mana yang baik dan mana yang buruk.
Khusyu' adalah kondisi di mana pikiran seseorang sepenuhnya terkendali. Orang tidak dapat khusyu' bila ia belum atau tidak mampu mengendalikan daya-daya ruhaniah yang terdapat di dalam pikiran atau batinnya. Sebenarnya khusyu' itu merupakan keterampilan atau keahlian yang dapat dikuasai melalui teknik tertentu dan latihan-latihan yang panjang, tak berbeda dari ketrampilan membaca dan menulis. Karena khusyu' itu merupakan teknik, maka khusyu' diterapkan di semua agama, dalam semua kepercayaan dan berbagai macam aliran ilmu ghaib.
Dengan pikiran yang khusyu', keinginan seseorang dapat terlaksana. Khusyu' merupakan piranti ampuh dalam menciptakan sesuatu dari 'tiada' menjadi 'ada'. Film "Kera Sakti" menggambarkan pikiran manusia dalam tokoh Sun Go Kong, si Kera Sakti, yang mampu mengobrak-abrik kahyangan; para dewa pun dapat dibuatnya bertekuk lutut dan mau-tak mau terpaksa menuruti keinginannya. Berikut ini akan diberikan beberapa contoh bahwa pikiran yang khusyu' itu sungguh sakti, ia dapat dipakai untuk menciptakan kebaikan atau keburukan, tergantung dari kehendak yang mengendalikannya.
  1. Khusyu' dalam memperturutkan hawa nafsu dan bisikan syaitan. Orang yang tidak bersih jiwanya cenderung menggunakan kekhusyu'an pikiran untuk tujuan-tujuan sesuai dengan keinginan hawa nafsunya. Dalam pengaruh hawa nafsu, orang dapat memamerkan kehebatan atau kesaktiannya atau mengaiaya orang lain agar ditakuti, agar dihormati dan dipatuhi perintahnya. Tenung, santet dan sebangsanya yang pada dasarnya mencelakai orang lain, merupakan pemanfaatan khusyu' yang sarat dengan bujukan syaitan. Dengan khusyu', orang dapat menghipnotis orang agar mau menyerahkan harta bendanya, kehormatannya, -- dan bentuk-bentuk pemaksaan kehendak buruk yang lain. Khusyu' model begini, jelas harus kita jauhi. Karena eksistensi orang-orang yang melakukan praktek khusyu' dengan cara demikian ini tak dapat diabaikan, maka merupakan kewajiban kita untuk membina kemampuan khusyu' kita, sekurang-kurangnya untuk diri sendiri, dan kalau bisa, disedekahkan untuk menolong pihak lain yang memerlukan.
  2. Khusyu' yang berkaitan dengan syirik. Banyak sekali orang khusyu' pikirannya, tetapi mereka menggunakannya untuk berhubungan dengan makhluk halus [bukan Allah], bukan terbatas sekedar bergaul dengan sesama makhluk, tetapi memasuki wilayah 'penyembahan'. Mereka rela melakukan pemujaan dan kebaktian apapun sesuai yang diminta makhluk itu, menggantungkan nasib kepadanya, dan mengesampingkan Allah.
  3. Khusyu' dalam membina daya pikir. Membina di sini berarti memaksimalkan, kebalikan dari menekan atau memadamkan. Misalnya, mahasiswa membina daya pikir untuk menggarap ilmu statistik, mahasiswa membina daya akal untuk memecahkan metode-metode dalam soal-soal ilmu statistik, mahasiswa membina daya ingatnya untuk menghafal rumus-rumus ilmu statistik, mahasiswa membina angan-angannya untuk menghasilkan lukisan abstrak yang eksentrik tetapi indah. Pembinaan-pembinaan itu dilakukan dengan khusyu': memusatkan sepenuh perhatian, tenang, bersungguh-sungguh, dengan rasa senang dan tenteram. Baik atau buruknya khusyu' di sini, tergantung dari tujuan atau peruntukannya. Orang yang bersih jiwanya cenderung untuk mengabdikan pikirannya untuk kebaikan seluruh umat manusia.
  4. Khusyu' dalam membina kekuatan fisik. Ini banyak ditemukan di perguruan-perguruan seni beladiri dan ilmu kanuragan lain. Dengan pikiran yang khusyu', kesehatan tubuh dapat dipelihara, dan tenaga fisik dapat dilipat-gandakan hingga mencapai derajat yang tidak masuk akal karena dibantu dengan energi-energi metafisik. Manfaat dan mudharat kemampuan yang diperoleh, ditentukan oleh penggunaannya. Kalau orang itu jiwanya bersih, ia tidak akan menggunakan kemampuannya untuk memperturutkan hawa nafsunya.
  5. Khusyu' dalam membina kekuatan metafisik. Kalau pada no. 4 di atas tenaga metafisik dipakai untuk memperkuat tenaga fisik, di sini --dengan pikiran yang khusyu'-- tenaga metafisik itu diarahkan untuk keperluan lain, misalnya untuk perlindungan dari ruh jahat, untuk kesehatan dan pengobatan. Kalangan paranormal menggunakan khusyu' untuk menolong pasien-pasiennya [bisa dalam arti baik atau buruk tergantung dari kasusnya]. Para mursyid atau guru spiritual lain, dengan khusyu' membina energi metafisik yang dapat digunakan untuk membantu murid-muridnya dalam membersihkan jiwanya.
  6. Khusyu' dalam berdoa. Berdoa dapat diartikan berkomunikasi dengan Allah. Dengan pikiran yang khusyu', apa yang dikehendaki di dalam doa akan terwujud menjadi kenyataan. Berdoa dapat disebut buruk bila bersifat memaksa dan tidak peduli dengan akibatnya. Orang yang merasa tidak tahu akan akibat buruk dari doanya, hendaklah menyertakan perkataan semacam "Sekiranya Engkau ridhai, kabulkanlah permohonanku." Dengan berkata demikian, maka Allah-lah yang menentukan hasilnya; dengan perhitungan bahwa boleh jadi doa itu tidak dikabulkan [tidak menjadi kenyataan] bila akibatnya tidak baik.
  7. Khusyu' dalam membersihkan jiwa. Orang Islam yang shalat dengan pikiran khusyu', dengan segenap perhatian tertuju kepada makna yang terkandung dalam bacaan shalat, niscaya makna tersebut [misalnya 'ditunjukkan kepada jalan yang lurus'] akan menjelma menjadi kenyataan. Sejauh mana efektivitasnya. tergantung pada tingkat khusyu' dalam shalat. Ritual wudhu, sebagian dari shalat, dan dzikir yang dilakukan kalangan Islam, jika diarahkan dengan pikiran yang khusyu' sebagai upaya pembersihan jiwa dari penyakit-penyakit hati, niscaya kebersihan jiwa itu akan menjadi kenyataan. Dzikir yang khusyu' dalam menyebut asma-asma Allah, misalnya Rahman atau Rahim, boleh dipastikan akan menjadikan pelakunya sifat-sifat Rahman dan Rahim itu. Demikian pula aktivitas meditasi di kalangan agama lain yang mendahulukan pengendapan angan-angan, kehendak dan hawa nafsu, akan memperoleh hasil yang nyata dalam upaya pembersihan jiwa jika khusyu' disertakan dalam prosesnya.
Dari uraian di atas, jelas bahwa khusyu' tidak selamanya baik, dan tergantung dari penggunaannya, dan karena itulah tasawuf Islam menekankan penggunaan khusyu' pada no. 7 di atas, karena kebersihan jiwa dipandang sebagai alat kendali utama agar manusia tidak menggunakan pikirannya untuk hal-hal yang merugikan kemanusiaan. Mungkin, karena pengetahuan seperti ini tidak disebarluaskan, maka tasawuf Islam memperoleh serangan bertubi-tubi dari mayoritas kalangan Islam sendiri. Sebagian mendakwakan bid'ah [mengada-ada] karena ritual tasawuf tidak terdapat di dalam syariat Islam; sebagian lagi mengasosiasikan tasawuf dengan penyimpangan-penyimpangan dalam penggunaan khusyu' seperti yang diuraikan di atas.
Bagi kebanyakan orang Islam, wudhu, shalat, dzikir, puasa, dll bila dilakukan dengan sesuai dengan tuntunan fiqih, cukuplah sudah [tak perlu ditambah-tambah]. Sementara bagi kalangan tasawuf, ritual semacam itu hanyalah perbuatan mekanik yang kosong bila tak berisi tanpa disertai dengan perilaku kekhusyu'an batin atau pikiran yang memadai. Ibarat orang belajar silat, kemampuan melakukan posisi tubuh dalam membuat kuda-kuda saja, adalah kosong. Tendangannya akan tidak bertenaga dan mudah dipatahkan, karena tanpa 'isi'. Selain itu, kalaupun ia berhasil membubuhkan isi, tanpa menajamkan nurani; tendangannya bisa salah arah dan dipakai untuk mematikan teman sendiri.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi rekan-rekan muslim dalam bentuk timbulnya kesadaran untuk memberi isi atau tenaga pada ritual-ritual yang dijalankan, terutama pada ritual yang dirancang untuk membersihkan penyakit-penyakit hati, bukan untuk keperluan lain.
Wassal mu'alaikum warahmatull hi wabarak tuh.