PENGANTAR EKONOMI MAKRO
30 minute read
0
Ekonomi Makro, apa itu ?
Ekonomi Makro atau biasa
disebut Makroekonomi merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang ruang lingkupnya
luas (makro) meliputi mekanisme kerja perekonomian secara keseluruhan pada
tingkat negara, misalnya inflasi,
penganguran, neraca pembayaran yang timpang, pertumbuhan penduduk yang tinggi,
dan peningkatan kapasitas produksi. Hal
ini sangat berbeda dengan Mikroekonomi yang cakupannya hanya sekitar produksi
dan konsumsi barang/jasa yang masalah utamanya sekitar pertanyaan : apakah
jenis barang/jasa yang akan diproduksi, bagaimanakah cara memroduksi
barang/jasa tersebut, dan untuk siapakah barang atau jasa itu.
Asal Mula Makroekonomi
Beberapa
masalah yang tidak dibahas dalam mikroekonomi namun dijumpai dalam kehidupan
masyarakat menjadi titik pangkal munculnya analisis-analisis makroekonomi,
misalnya : Mengapa setiap negara
menghadapi masalah pengangguran ?
Mengapa kenaikan harga diikuti kenaikan pengangguran yang serius ? Mengapa berbagai perekonomian tidak mengalami
pertumbuhan yang sama cepatnya ? Mengapa
kegiatan perekonomian tidak mengalami perkembangan yang stabil ? dst.
Sebelum
tahun 1930-an, terutama pada masa Adam Smith (1776) hingga Keynes (1936), para
ahli ekonomi sama sekali tidak menyingung masalah-masalah di atas, karena
mereka berkeyakinan bahwa sistem pasar bebas akan mewujudkan tingkat kegiatan
ekonomi yang efisien dalam jangka panjang.
Namun,
keyakinan para ahli ekonomi klasik (sebelum tahun 1930-an) ternyata
keliru. Sistem pasar bebas ternyata
tidak menjamin terwujudnya tingkat kegiatan ekonomi yang efisien dalam waktu
panjang. Kesadaran akan kelemahan sistem
pasar bebas tersebut berawal dari peristiwa kemunduran ekonomi global di tahun
1929—1932 yang bermula dari Amerika Serikat (peristiwa the Great Depression). Pada
puncak kemerosotan ekonomi itu, 25% dari
tenaga kerja di Amerika Serikat mengangur dan pendapatan nasional negara (AS)
merosot sangat tajam. The Great Depression 1929—1932 merebak
ke seluruh dunia, baik ke negara-negara industry maupun ke negara-negara
miskin. Tokoh ekonomi yang pertama yang
membahas masalah kelemahan sistem pasar bebas adalah John Maynard Keynes, yang ditulis dalam buku berjudul
“General Theory of Employment, Interest and Money” (terbit 1936). Teori dalam buku Keynes tersebut akhirnya
menjadi landasan teori makroekonomi modern.
Salah satu pendapat penting Keynes :
bahwa belanja masyarakat (pengeluaran agregat) adalah factor utama yang
menentukan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai suatu negara, bahwa diperlukan
kebijakan dan usaha pemerintah untuk menciptakan tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi yang teguh. ()
Masalah-masalah
Ekonomi Makro
Masalah-masalah yang
dibahas dalam ekonomi makro adalah inflasi, penganguran, neraca pembayaran yang
timpang, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan peningkatan kapasitas produksi.
a. Inflasi
Inflasi adalah naiknya
harga-harga komoditi secara umum yang disebabkan oleh tidak sinkronnya antara
program pengadaan komoditi dengan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh
masyarakat.
Contoh kondisi yang dapat
memicu inflasi diantaranya kondisi permintaan tinggi namun jumlah barang terbatas
yang menyebabkan harga barang naik sehingga tidak bisa dibeli oleh masyarakat
yang pendapatannya lebih rendah, kelangkaan
bahan baku atau kenaikan harga salah satu faktor produksi (kenaikan
harga BBM, kenaikan harga suku cadang mesin, dan sebagainya) yang berimbas pada kenaikan harga produk yang
tidak dibarengi dengan naiknya tingkat pendapatan masyarakat.
Jika inflasi tidak segera
diimbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat, maka Inflasi dianggap
sebagai kondisi dimana proses pemiskinan sedang terjadi. Di Indonesia, tingkat inflasi moderat (aman)
berkisar 5-10%, lebih dari 10% dikatakan inflasi tinggi yang berdampak serius.
b b. Penganguran
Penganggur adalah kelompok
angkatan kerja (usia produktif), yang berkeinginan memperoleh pekerjaan namun
belum memperolehnya. Ibu Rumah Tangga
(IRT) yang tidak berkeinginan memperoleh pekerjaan karena kesibukan mengurus
keluarga tidak termasuk sebagai penganggur.
Tidak ada satu negarapun yang tidak ada penganggurannya.
Pengangguran terjadi
karena adanya kesenjangan antara penyediaan lapangan kerja dengan jumlah tenaga
kerja yang mencari pekerjaan. Penganggur
juga dapat tercipta dari kegiatan mencari pekerjaan lain yang lebih baik,
penggunaan mesin modern yang mengurangi tenaga kerja, dan ketidaksesuaian
keahlian yang dimiliki dengan keahlian yang dibutuhkan. Penganguran bisa saja terjadi meski jumlah
kesempatan kerja tinggi, hal ini disebabkan adanya kesenjangan informasi dan
keahlian yang diinginkan.
c. c. Neraca
pembayaran yang timpang
Neraca pembayaran adalah
suatu ringkasan pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran dari luar negeri
ke dalam negeri dan sebaliknya. Pembayaran-pembayaran tersebut meliputi
penerimaan dari eksport dan pembayaran untuk import, aliran masuk penanaman modal
asing dan pembayaran penanaman modal ke luar negeri, dan aliran keluar/masuk
modal jangka pendek (misal deposit uang ke luar negeri).
Neraca pembayaran dapat
saja timpang. Ketimpangan tersebut disebabkan adanya kesenjangan antara jumlah
perolehan dari ekspor dengan pembayaran untuk import. Defisit sebagai akibat
import yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan kegiatan ekonomi dalam
negeri.
Ekspor akan memperluas
pasar dan barang buatan dalam negeri dan memungkinkan perusahaan-perusahaan
dalam negeri mengembangkan
kegiatannya. Kegiatan import juga dapat
memberi sumbangan pada pertumbuhan ekonomi.
Industri dapat mengimpor mesin-mesin dan bahan mentah yang
diperlukan. Namun impor yang berlebihan
dapat mengurangi kegiatan ekonomi di dalam negeri. Neraca pembayaran harus diupayakan seimbang
antara ekspor dan import.
d. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
Teori Malthus menyatakan
bahwa pertambahan jumlah penduduk mengikuti deret ukur sementara pertambahan pangan
mengikuti deret hitung. Pertambahan
penduduk selalu lebih cepat daripada pertambahan pangan, maka tanpa dukungan
teknologi yang memadai, kelak akan terjadi masalah besar yang mempengaruhi
perekonomian secara keseluruhan.
Namun pertambahan penduduk
yang besar bila diikuti oleh tingkat produktivitas yang tinggi akan menyebabkan
tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi.
e.
e. Peningkatan
kapasitas produksi
Peningkatan produksi
berhubungan dengan tingkat investasi.
Investasi berhubungan dengan tabungan masyarakat. Tabungan masyarakat berhubungan dengan
tingkat pendapatan dan konsumsi. Dengan
demikian, peningkatan produksi dipengaruhi secara tidak langsung oleh tingkat
tabungan masyarakat dan konsumsinya.
Namun kadang terjadi paradox hemat,
dimana tingkat tabungan yang tinggi dan kapasitas produksi tinggi tidak
diiringi konsumsi yang tinggi pula.
Paradoks hemat di dalam negeri dapat diatasi dengan membuka pasar baru
di luar negeri. ()
Perhitungan Pendapatan Nasional :
Siklus Aliran Pendapatan dan Interaksi
Antar Pasar
Salah
satu indikator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro adalah nilai
output nasional yang dihasilkan sebuah perekonomian pada suatu periode
tertentu. Istilah output nasional lebih
dikenal sebagai pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto atau PDB). Hal yang perlu dicermati dalam pembahasan
tentang pendapatan nasional ini (PDB) adalah
-
Yang dihitung dalam PDB adalah barang dan
jasa yang digunakan pemakai terakhir (untuk konsumsi);
-
PDB dihitung berdasar tingkat harga yang
berlaku pada periode yang bersangkutan;
-
Perhitungan PDB tidak mempertimbangkan asal
factor produksi.
Ada
2 langkah yang harus dilakukan sebelum mampu menghitung PBD, (1) memahami siklus aliran pendapatan dan
pengeluaran dalam konteks makro; (2) mengetahui bagaimana para pelaku ekonomi
berinteraksi (lewat pasar-pasar apa saja mereka berinteraksi).

Keterangan
gambar :
Sektor rumah tangga. Sektor rumah tangga memiliki factor-faktor
produksi berupa tenaga kerja, barang modal (misal tanah), uang, dan kesediaan
untuk menanggung resiko yang dihadapi perusahaan dengan membeli saham. Untuk factor produksi yang diberikan
tersebut, sector perusahaan memberikan gaji untuk kesediaan bekerja, pendapatan
bunga untuk kesediaan meminjamkan uang, pendapatan sewa untuk kesediaan memberikan
barang modal, dan pembagian keuntungan (dividen) untuk kesediaan menanggung
resiko. Garis 1 merupakan aliran
pendapatan bagi sector rumah tangga yang berasal dari sector perusahaan. Sedangkan pendapatan dari sector pemerintah
berupa gaji jika bekerja untuk pemerintah, pendapatan bunga jika meminjamkan
uang kepada pemerintah dengan membeli obligasi pemerintah, dan tunjangan social
bagi masyarakat kurang mampu (garis 2).
Bagi masyarakat mampu, pemerintah menarik pajak (garis 3). Pendapatan (garis 1 + garis 2) dikurang pajak
(garis 3) merupakan pendapatan yang dapat dibelanjakan untuk konsumsi barang
dan jasa yang diproduksi sector perusahaan
(garis 4) maupun yang diimpor dari luar negeri (garis 8).
Sektor perusahaan. Aliran pengeluaran sector rumah tangga (garis
4) merupakan aliran pendapatan sector perusahaan. Selain dari sector rumah tangga, sector
perusahan mendapat pendapatan dari sector pemerintah (garis 5) yang merupakan
konsumsi pemerintah, dan dari permintaan sector luar negeri yang merupakan
ekspor sector perusahaan (garis 7).
Selain melakukan pembayaran untuk sector rumah tangga (garis 1),
perusahaan juga membayar pajak kepada pemerintah (garis 6).
Sektor pemerintah. Pemerintah melakukan pengeluaran berupa
pembelian barang dan jasa dari sector perusahaan (garis 5) dan
pengeluaran-pengeluaran untuk sector rumah tangga (garis 2). Pemerintah harus menarik pajak dari sector
rumah tangga (garis 3) dan sector perusahaan (garis 6).
Sektor
luar negeri. Perekonomian dikatakan
tertutup jika tidak melakukan interaksi dengan sector luar negeri. Interaksi dengan sector luar negeri tersebut
disederhanakan dengan mekanisme ekspor (garis 7) dan import (garis 8). Ekspor merupakan aliran pendapatan dari
sector luar negeri ke perekonomian domestic.
Sedangkan import merupkan aliran pengeluaran dari perekonomian domestic
ke sector luar negeri.
Setelah
memahami siklus aliran pengeluaran dan pendapatan dalam konteks makro, maka
selanjutnya perlu memahami bagaimana para pelaku ekonomi berinteraksi (melalui
pasar-pasar apa saja) .
Tiga
pasar utama dalam konteks makro adalah
1 a. Pasar barang dan jasa;
2 b Pasar
tenaga kerja;
3 c.
Pasar uang dan pasar modal.
Pasar
barang dan jasa, serta pasar tenaga kerja sudah umum diketahui. Namun untuk pasar uang dan pasar modal masih
banyak yang belum bisa membedakan.
Pasar
uang dan pasar modal adalah interaksi antara permintaan uang dengan penawaran
uang. Adapun yang diperjual belikan
bukanlah fisik uang, melainkan hak penggunaan uang (misalnya dalam bentuk
deposito berjangka). Sebagai balas jasa
atas kesediaan menunda penggunaan (hak) uangnya, individu mendapatkan bunga
deposito. Permintaan akan uang berasal
dari pihak-pihak yang membutuhkan uang untuk berbagai alasan.
Jika
hak penggunaan uang yang diperjual belikan adalah setahun atau kurang dari
setahun, maka pasar tersebut termasuk dalam kategori pasar uang. Namun jika hak penggunaan uang yang diperjualbelikan lebih
dari setahun, maka pasar tersebut masuk dalam kategori pasar modal. ()
Perhitungan Pendapatan Nasional :
Metode-metode Penghitungan Pendapatan
Nasional
Pendapatan Nasional yang di
Indonesia biasa diistilahkan dengan PDB (Produk Domestik Bruto), memiliki
setidaknya 3 cara/metode penghitungan.
Masing-masing metode penghitungan melihat pendapatan nasional dari sudut
pandang yang berbeda, tapi hasilnya saling melengkapi. Tiga metode penghitungan tersebut adalah
(1) Metode
Output/Produksi
( (2) Metode
Pendapatan
( (3) Metode
Pengeluaran
Metode
Output (Pendapatan Nasional diistilahkan sebagai PDB)
Metode output membagi
perekonomian menjadi beberapa sector produksi (lihat table di bawah). Menurut metode output, PDB adalah total
output/produksi yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Output atau produksi ini sering juga
diistilahkan dengan nilai tambah. Dengan demikian, bisa dikatakan, PDB = jumlah
total dari nilai tambah masing-masing sector produksi.
Tabel contoh sederhana penghitungan
PDB :
PDB
= 300+100+200+200+200 = 1.000
Sektor Produksi
|
Nilai Input
|
Nilai Output
|
Nilai Tambah
|
PDB
|
Pertanian kapas
Pabrik benang
Pabrik tekstil
Industri garmen
Perdagangan pakaian
|
0
300
400
600
800
|
300
400
600
800
1.000
|
300
100
200
200
200
|
1.000
|
Tabel contoh PDB Indonesia tahun 1996
(dalam milliard rupiah) yang bersumber dari laporan Bank Dunia :
Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan
Pertambangan dan penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas, dan air bersih
Bangunan
Perdagangan, hotel, dan restoran
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
Jasa-jasa
|
86.212
43.893
133.088
6.561
42.279
88.451
35.554
38.769
54.149
|
PDB (Produk Domestik Bruto)
|
528.956
|
Metode
Pendapatan (Pendapatan Nasional diistilahkan sebagai PN)
Metode pendapatan
memandang nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa atas factor
produksi yang digunakan dalam proses produksi.
Total balas jasa atas seluruh factor produksi disebut Pendapatan
Nasional (PN).
PN = upah atau gaji +
pendapatan bunga investasi + pendapatan sewa + keuntungan
Balas jasa untuk tenaga
kerja adalah gaji atau upah, balas jasa untuk barang modal adalah pendapatan
sewa, balas jasa untuk pemilik
uang/asset finansial adalah pendapatan bunga, sedangkan balas jasa untuk
pengusaha adalah keuntungan.
Di Indonesia, perhitungan
Pendapatan Nasional jarang dipublikasikan.
Oleh karena itu contoh metode ini diambil dari perekonomian Amerika
Serikat.
Tabel contoh Pendapatan Nasional Amerika Serikat tahun 1994 (dalam US$ Milliar) :
Pendapatan
upah/gaji
Pendapatan non
gaji
Keuntungan
perusahaan
Pendapatan
bunga netto
Pendapatan sewa
|
4.004,6
473,7
542,7
409,7
27,7
|
Pendapatan Nasional
|
5.458,4
|
Metode
Pengeluaran (Pendapatan Nasional diistilahkan dengan PDB)
Menurut metode
pengeluaran, PDB merupakan nilai total pengeluaran dalam perekonomian selama
periode tertentu. Pengeluaran tersebut
mencakup :
-
Konsumsi rumah tangga;
-
Konsumsi pemerintah;
-
Pengeluaran investasi;
-
Ekspor neto.
Pengeluaran sector rumah
tangga berupa konsumsi akhir, baik barang maupun jasa. Konsumsi pemerintah berupa
pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa
akhir. Pengeluaran pemerintah berupa
tunjangan social tidak termasuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah. PMTDB (Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto) merupakan pengeluaran sector dunia usaha. Termasuk dalam PMTDB adalah perubahan stok
untuk barang jadi maupun barang setengah jadi.
Ekspor netto adalah selisih antara nilai ekspor dengan impor.
Penghitungan PDB menurut
metode pengeluaran sebagai berikut :
PDB = konsumsi rumah
tangga + konsumsi pemerintah + PMTDB + Ekspor - Import
Tabel contoh Produk
Domestik Bruto Indonesia tahun 1996 (dalam milliard rupiah) :
Konsumsi rumah
tangga
Konsumsi
pemerintah
PMTDB
Ekspor barang
dan jasa
Import barang
dan jasa
|
308.469
40.695
172.777
138.675
- 131.660
|
Total PDB
|
528.956
|
Perhitungan Pendapatan Nasional :
PDB Harga Berlaku dan Harga Konstan
Nilai
PDB (Produk Domestik Bruto) merupakan hasil perkalian antara harga barang yang
diproduksi dan jumlahnya. Nilai PDB yang
lebih besar tidak berarti pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, dan tidak berarti
pula output (barang dan jasa) yang dihasilkan lebih banyak. Hal demikian disebabkan oleh perbedaan harga
akibat dari inflasi. Contoh kasus bahwa
besar PDB tidak bisa dijadikan patokan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu
negara diilustrasikan dalam table di bawah ini :
TAHUN
|
PDB
(RUPIAH)
|
HARGA
BARANG/JASA (RUPIAH)
|
JUMLAH
|
2000
|
100.000
|
100
|
1.000
|
2001
|
110.000
|
110
|
Dari
table di atas nampak bahwa PDB tahun 2001 lebih tinggi dari PDB tahun 2000,
namun ternyata output (jumlah barang atau jasa yang dihasilkan) tidak ada
penambahan. Perbedaan PDB ini akibat
dari perbedaan harga, dimana telah terjadi inflasi. Meski PDB tahun 2001 lebih tinggi daripada
PDB tahun 2000, namun karena tidak ada peningkatan output, maka dapat dikatakan
antara tahun 2000-2001 tidak terjadi pertumbuhan ekonomi (stagnan).
Perhitungan
PDB pada table di atas menggunakan harga berlaku pada tahun bersangkutan, yakni
100.000 pada tahun 2000 dan berubah menjadi 110.000 pada tahun 2001 untuk jenis
barang/jasa yang sama. Jelas sekali
bahwa penghitungan PDB dengan menggunakan harga berlaku tidak memberikan
gambaran yang jelas untuk menilai pertumbuhan ekonomi suatu negara. PDB yang menggunakan harga berlaku disebut
PDB nominal, bukan PDB riil.
Kelemahan
penghitungan PDB menggunakan harga berlaku (PDB nominal) dapat diatasi dengan
penghitungan berdasar harga konstan, sehingga dapat dihitung PDB riil. Harga konstan merupakan harga barang/jasa
yang berlaku pada tahun dimana perekonomian dinilai baik dan dijadikan harga
untuk barang/jasa dalam perhitungan PDB untuk tahun-tahun yang lain.
Jika
perekonomian tahun 2000 diasumsikan baik, dan harga barang/jasa pada tahun 2000
dijadikan patokan harga (harga konstan), maka PDB riil untuk tahun 2001 dapat
dihitung dengan cara :
PDB
riil 2001
= 110.000 : (110 : 100)
= 110.000 : 1,1
= 100.000
(jelaslah bahwa PDB riil 2001 memang sama dengan PDB tahun 2000). Note : angka 110 : 100 disebut juga sebagai angka deflator, umumnya ditulis dalam bentuk prosentase (%).
(jelaslah bahwa PDB riil 2001 memang sama dengan PDB tahun 2000). Note : angka 110 : 100 disebut juga sebagai angka deflator, umumnya ditulis dalam bentuk prosentase (%).
Dari
data di atas, bisa juga dihitung tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonominya dengan cara :
Inflasi
2001
= (110 : 100) – 1
= 1,1 – 1
= 0,1 atau 10%
Pertumbuhan
ekonomi 2001
= (PDB riil 2001 –
PDB riil 2000) : PDB riil 2000
=
(100.000 – 100.000) : 100.000
=
0 (tidak ada pertumbuhan ekonomi)
PDB PER KAPITA. Perhitungan PDB riil akan
memberikan gambaran ringkas tentang tingkat
kemakmuran suatu negara dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk. PDB riil per jumlah penduduk disebut PDB
perkapita.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa menjadikan PDB per kapita dalam menyusun kategori tingkat
kemakmuran suatu negara. Berdasar standar
PBB tahun 1992, sebuah negara dikatakan miskin bila PDB per kapita lebih kecil
dari US$ 450 dan dikatakan kaya jika PDB per kapita lebih dari US$ 8.000.
Kelemahan
penghitungan PDB per kapita adalah jika distribusi pendapatan warga negara
tidak merata atau timpang, seperti yang terjadi di Amerika tahun 1996 dimana
PDB per kapita sangat tinggi namun ternyata sekitar 46% asset finansial
dikuasai hanya oleh sekitar 1% penduduk. ()
Teori Konsumsi
Pengeluaran
konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Teori konsumsi yang akan dibahas dalam
tulisan ini hanyalah konsumsi rumah tangga.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan porsi terbesar pengeluaran
agregat, bisa mencapai 60-70% dari total
pengeluaran.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga diantaranya :
1.
Pendapatan rumah tangga;
2. Kekayaan
rumah tangga;
3. Tingkat
bunga;
4. Perkiraan
tentang masa depan;
5. Jumlah
penduduk;
6. Komposisi
penduduk (usia produksi, tingkat pendidikan, jumlah penduduk urban);
7.
Sosial budaya
Dari
sekian banyak teori konsumsi, salah satunya adalah teori konsumsi Keynes, yaitu
:
a. Konsumsi (C) = Konsumsi otonomus (Co) + ∆C/∆Y.Pendapatan
disposable (Yd)
b. Yd = C + Tabungan (S)
c. Perubahan komsumsi selalu lebih rendah atau
sama dengan perubahan pendapatan disposabel, atau ∆C ≤ ∆Yd
d.
0 ≤ ∆C/∆Yd ≤ 1
Note
: Pendapatan disposable = pendapatan setelah dikurangi pajak
Agar
lebih jelas memahami teori konsumsi Keynes, perhatikan table di bawah ini :
Pendapatan
Disposabel
=
Yd
|
Konsumsi
=
C
|
Perubahan
Yd
=
∆Yd
|
Perubahan
C
=
∆C
|
∆C/∆Yd
|
C/Yd
|
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
|
200
1.000
1.800
2.600
3.400
4.200
|
-
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
|
-
800
800
800
800
800
|
-
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
|
-
1,00
0,90
0,87
0,85
0,84
|
Dari
table di atas terlihat bahwa pertambahan konsumsi tidak sebesar pertambahan
disposibel. Dengan demikian angka ∆C/∆Yd
tidak pernah lebih besar dari 1. ∆C/∆Yd
disebut juga MPC (Marginal Propensity to
Consume = kecenderungan mengonsumsi marginal), yaitu besarnya penambahan
konsumsi tiap 1 unit kenaikan pendapatan.
Jika
negara makin makmur dan adil, porsi penambahan pendapatan yang digunakan untuk
konsumsi makin berkurang, karena meningkatnya kemampuan untuk menabung. Hal ini
terlihat pula pada angka-angka C/Yd (perbandingan konsumsi dan pendapatan
disposable). C/Yd disebut juga APC (Average Propensity to Consume = kecenderungan mengkonsumsi
rata-rata). ()
Teori
Investasi
Investasi dapat diartikan
bermacam-macam, misalnya : Keputusan menunda konsumsi sumber daya atau
bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan menambah /menciptakan nilai
hidup (penghasilan dan atau kekayaan) di masa mendatang, atau Segala sesuatu yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan menciptakan/menambah nilai kegunaan hidup.
-
Pengeluaran-pengeluaran
yang meningkatkan Stok barang modal. Yang
dimaksud stok barang modal adalah jumlah barang modal dalam suatu
perekonomian pada satu masa tertentu.
Untuk mempermudah penghitungan, stok barang modal biasanya dinilai
dengan uang, yaitu jumlah barang modal dikalikan harga perolehan per unit
barang modal.
Dalam ekonomi makro, yang
dibahas adalah investasi fisik, misalnya dalam bentuk barang modal (pabrik dan
peralatan), bangunan, dan persediaan barang.
Investasi barang modal dan
bangunan mencakup pengeluaran untuk pembelian pabrik, mesin, alat produksi,
dan bangunan baru.
Agar tidak rancu dalam
penghitungan PDB, yang dimasukkan dalam penghitungan investasi adalah barang
modal, bangunan/konstruksi, persediaan barang, dll yang masih baru. Jika seorang
pengusaha membeli pabrik dan bangunan yang pernah dipakai oang lain, kegiatan
tersebut tidak dapat dihitung sebagai investasi.
Nilai
Waktu dari Uang
Pertimbangan pokok dari
keputusan investasi adalah berapa nilai sekarang dari uang yang akan kita
peroleh di masa mendatang. Misalnya
sebuah rencana investasi sebesar Rp. 100 juta yang berdasar proposal dalam lima
tahun mendatang akan berkembang menjadi Rp. 161 juta. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah nilai
Rp. 161 juta lima tahun mendatang lebih besar dari Rp. 100 juta saat ini ? jika ya, proposal itu layak diterima. Jika tidak,
maka proposal itu harus ditolak !
Untuk menjawab pertanyaan
di atas, perlu data factor diskonto,
yaitu bunga yang harus kita kembalikan (jika dana yang akan kita investasikan
merupakan pinjaman). Seandainya bunga
pinjaman adalah 15% per tahun, maka perhitungannya sebagai berikut :
Nilai Rp 161 juta lima
tahun mendatang
= 161 juta : (1 + 15%)5
=
161 juta : 2,01
=
80,1 juta (menyusut, tidak menguntungkan).
Perhitungan di atas belum
memasukkan variabel inflasi dimana nilai uang berkurang. ()
Teori Investasi :
Kriteria Investasi
Beberapa hal dalam
proposal investasi yang dihitung oleh pembuat rencana anggaran proyek dan
dipertimbangkan oleh investor adalah.
1 a. Benefit – Cost Ratio (B/C).
Benefit
(B) = pendapatan, Cost (C) = biaya. B/C
adalah indeks yang merupakan perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika besar pendapatan sama dengan biaya
(impas), maka B = C atau B/C = 1. Jika
pendapatan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan, maka B < C atau B/C <
1. Dalam investasi, yang dicari adalah
pendapatan melebihi biaya atau B/C > 1.
2 b. Payback
Period (PP). PP adalah waktu yang dibutuhkan agar
investasi yang direncanakan dapat dikembalikan, atau waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai titik impas. Umumnya
investasi akan dinilai baik jika PP-nya secepat mungkin. Namun ada beberapa macam investasi yang
sangat menguntungkan namun membutuhkan waktu yang relative lama, misalnya
investasi perkebunan tanaman keras dan kehutanan.
3 c. Net
Present Value
(NPV). NPV
= selisih antara pendapatan dan biaya, dimana besar pendapatan dan besar biaya
telah dikonversikan sesuai dengan kaidah nilai waktu dari uang, yaitu
mengkonversikan nilai uang yang akan dikeluarkan atau yang akan diperoleh di
masa yang akan datang menjadi senilai dengan saat ini.
4 d. Internal
Rate of Return (IRR). IRR adalah nilai tingkat pengembalian investasi
dihitung pada saat NPV = 0, atau pendapatan (konversi) = biaya (konversi).
Tidak seperti halnya NPV
dan IRR, perhitungan B/C dan PP berpotensi menghasilkan gambaran yang keliru
karena seringkali tidak dikonversikan ke masa kini sesuai kaidah
‘nilai waktu dari uang’ (factor diskonto).
Tanpa memperhitungkan nilai waktu dari uang, analisis B/C dan PP di atas
tidak akan berarti apa-apa.
P.T. Bataragema Group
ditawarkan sebuah proposal investasi berupa proyek pembangunan pabrik
pengolahan limbah tapioca di Lampung. Usia
proyek direncanakan 7 tahun. Investasi
dibutuhkan Rp. 1 Milyar. Persiapan
pembangunan pabrik 1 tahun. Selama
proses persiapan tidak dikeluarkan biaya operasional. Pabrik mulai beroperasi pada tahun pertama
dan langsung berproduksi dengan kapasitas penuh. Biaya-biaya maupun penerimaan hasil penjualan
selama 7 tahun mendatang dianggap tetap.
Biaya operasional per tahun Rp. 200 juta. Penerimaan per tahun Rp. 400 juta. Pada saat proyek ditutup 7 tahun kemudian,
nilai sisa dari barang-barang modal adalah nol.
Jika dana untuk proyek berasal dari pinjaman dengan bunga 15% per tahun,
apakah proposal tersebut bisa diterima ?
Jawaban berdasar analisis biasa, tidak
mempertimbangkan ‘nilai waktu dari uang’ sebagai berikut :
Tabel 1. Rincian Perhitungan Tanpa
Memperhitungkan Faktor Diskonto
Tahun ke-
|
Kas Keluar*
(C)
|
Kas Masuk*
(B)
|
Arus Kas Bersih*
B - C
|
Akumulasi Arus Kas
Bersih*
|
0
1
2
3
4
5
6
7
|
1.000
200
200
200
200
200
200
200
|
0
400
400
400
400
400
400
400
|
-1.000
200
200
200
200
200
200
200
|
-1.000
-800
-600
-400
-200
0
200
400
|
Total
|
2.400
|
2.800
|
400
|
Dalam juta rupiah
a. B/C
= 2.800/2.400 = 1,17 (lebih dari 1, maka diterima)
b. PP
= 5 tahun (kurang dari 7 tahun, maka diterima)
Berdasar
analisis B/C dan PP, proposal layak
diterima.
Berikut ini Jawaban berdasar analisis yang memperhitungkan factor diskonto (nilai waktu dari uang) :
Berikut ini Jawaban berdasar analisis yang memperhitungkan factor diskonto (nilai waktu dari uang) :
Dari
table di atas, kemudian dibuat table seperti di bawah ini :
Tabel 2. Rincian Perhitungan dengan
Memasukkan Faktor Diskonto
Tahun
ke-
|
Faktor
Diskonto 15%
|
Kas
Keluar (C)
|
Kas
Masuk (B)
|
Arus
Kas Bersih
(B
– C)
|
Akumulasi
Arus Kas Bersih
|
0
1
2
3
4
5
6
7
|
1,00
0,87
0,76
0,66
0,57
0,50
0,43
0,38
|
1.000
174
152
132
114
100
86
76
|
0
348
304
264
228
200
172
15
|
-
1.000
174
152
132
114
100
86
276
|
-
1.000
-
826
-
674
-
542
-
428
-
328
-
242
-
166
|
Total
|
1.834
|
1.668
|
-
116
|
Keterangan Angka Faktor Diskonto :
Pada
tahun ke-0 nilai Rp. 1 belum mengalami perubahan.
Pada
tahun ke-1 nilai Rp. 1 senilai dengan Rp. 0,87
Angka 0,87 berasal dari ____1____
(1 + 0,15)1
Pada
tahun ke-2 nilai Rp. 1 senilai dengan Rp. 0,76
Angka 0,76 berasal dari ____1____
(1 + 0,15)2
Pada
tahun ke-3 nilai Rp. 1 senilai dengan Rp. 0,66
Angka 0,66 berasal dari ____1____
(1 + 0,15)3
…
Dst.
a.
B/C = 1668/1834 = 0,91 (kurang dari 1, maka
ditolak)
b.
PP = setelah 7 tahun modal belum kembali,
maka ditolak
c.
NPV = 1.668 – 1.834 = - 166 (minus, maka
ditolak)
Kesimpulan :
Analisis dengan memasukkan
factor diskonto (nilai waktu dari uang) lebih akurat dan logis sebagai cara analitik
dalam mengambil keputusan terima atau tidaknya proposal investasi. ()
Interaksi dengan Dunia Internasional :
Teori Perdagangan Internasional
Cakupan
kerjasama
ekonomi internasional luas
sekali. Ada yang langsung memberikan
manfaat, ada juga yang baru memberikan manfaat dalam jangka panjang.
Kerjasama ekonomi yang langsung memberikan manfaat terutama
adalah perdagangan internasional. Sebab
negara-negara yang melakukan akan segera mengalami peningkatan
penggunaan barang/jasa maupun factor-faktor produksi. Sedangkan contoh
kerjasama ekonomi yang
memberikan manfaat dalam jangka panjang adalah penanaman modal.
Pada
era 1980-1995, perdagangan inernasional merupakan 37% output dunia. Artinya, pada era tersebut, sekitar 4 dari 10
output dunia akan dipertukarkan. Pada
1980-1995 itu pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,4% per tahun, tetapi pertumbuhan
impor mencapai 9,2 % per tahun. Hal ini menunjukkan ketergantungan yang besar
terhadap impor. Data impor Indonesia
menunjukkan bahwa 95% impor merupakan barang modal dan bahan baku. Pada Pelita I-III ekspor utama adalah minyak
dan gas (migas). Pelita IV dan
seterusnya adalah non migas, terutama sumber daya alam (hutan) dan
tekstil.
Ketergantungan
pada ekspor-impor membuat perekonomian Indonesia dikategorikan sebagai
perekonomian terbuka, dimana ekpor dan impor merupakan 40% output. Untuk dikatakan sebagai perekonomian terbuka,
rasio ekpor-impor sekurang-kurangnya
harus 30%.
AS
yang merupakan negara adidaya ekonomi memiliki porsi perdagangan internasional
sekitar 20% PDB, yang secara nominal sekitar 7 kali lipat PDB Indonesia tahun
1995 atau 15 kali lipat nilai ekspor-impor Indonesia.
Mempelajari
perdagangan internasional, kita perlu mengetahui beberapa teori perdagangan
internasional, diantaranya ;
1. Merkantilisme
2. Keunggulan absolute
3. Keunggulan
komparatif, dan
4. Keunggulan
kompetitif
Merkantilisme. Merkantilisme adalah ajaran yang berkeyakinan
bahwa perekonomian suatu negara akan makmur jika mampu memaksimalkan surplus
perdagangan (ekspor). Masalah dari
merkantilisme diantaranya pandangan bahwa kemakmuran suatu negara diukur dari
banyaknya uang (logam mulia) yang dapat dikumpulkan. Hal ini menyebabkan surplus perdagangan yang
dihasilkan tidak menciptakan efek multiplikasi seperti yang diharapkan dari
teori ekonomi modern. Peningkatan stok
logam mulia berarti meningkatnya asset yang mengangur. Masalah lainnya misalnya bahwa merkantilisme
menganjurkan proteksi yang ketat dan pemberian hak monopoli kepada produsen
domestic untuk mengurangi impor. Namun
hal ini menyebabkan rakyat terpaksa membeli produk local dengan harga yang
lebih mahal, dan dapat memanjakan produsen local sehingga cenderung mengabaikan
efisiensi dan inovasi. Proteksi (untuk
menghambat impor) yang menjadi cirri khas merkantilisme dewasa ini dilakukan
dengan cara yang lebih halus, misalnya penggunaan isyu-isyu HAM untuk menolak
masuknya barang-barang impor.
Keunggulan Absolut. Teori keunggulan absolute adalah perbaikan
dari merkantilisme. Teori keunggulan
absolute menolak proteksi dan monopoli oleh produsen local. Teori ini menganut pasar bebas namun
mengarahkan produsen local untuk melakukan spesialisasi untuk memaksimalkan
efisiensi. Speialisasi ini berdasarkan
pertimbangan keunggulan menghasilkan suatu produk dengan biaya paling rendah
(keunggulan absolute). Efisiensi dari
spesialisasi memungkinkan suatu negara menghaslkan output yang lebih banyak dengan
biaya yang sama.
Keunggulan
Komparatif. Beberapa negara memiliki keunggulan absolute
pada beberapa komoditi, beberapa negara lainnya justru tidak memiliki satupun
keunggulan absolute. AS misalnya,
memiliki keunggulan absolute terhadap Indonesia pada banyak sector, misalnya
dalam produksi mobil dan tekstil. Namun
demikian, AS tetap mengimpor tekstil dari Indonesia dengan meningkatkan ekspor
mobilnya. Dalam hal produksi mobil, AS
memiliki keunggulan komparatif, meskipun harus mengimpor tekstil.
Keunggulan
Kompetitif. Keunggulan kompetitif
menurut Porter adalah keunggulan suatu ekonomi suatu bangsa yang dibangun oleh
4 keunggulan parsial, yakni :
1. Keunggulan factor
produksi (SDM, SDA, iptek, capital, dan sarana/prasarana).
2. Keunggulan factor permintaan.
3. Keunggulan factor
jaringan kerja (dukungan industry terkait)
4. Keunggulan factor
strategi dan komptisi internal. ()
Interaksi dengan Dunia Internasional :
Neraca Pembayaran
Neraca
Pembayaran (BOP = Balance of Payment)
adalah catatan statistic tentang transaksi ekonomi internasional yang dilakukan
oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lainnya, atau laporan rugi
laba yang merupakan ringkasan arus keluar masuk barang, jasa, dan asset-aset
dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu.
Bagian paling penting dari
neraca pembayaran adalah neraca lancar (current
account) dan neraca modal (capital
account). Hal-hal lain yang
merupakan tambahan adalah neraca penyeimbang (settlement account) dan selisih perhitungan (statistical discrepancy).
Neraca
lancar. Neraca lancer
merupakan bagian BOP yang memberikan gambaran ringkas tentang transaksi barang
dan jasa yang diproduksi selama periode setahun atau kurang. Neraca lancar terbagi menjadi 3 bagian :
1. Neraca
perdagangan
2. Neraca
jasa
3. Neraca
non balas jasa
Dalam neraca perdagangan
tercatat transaksi ekspor-impor barang-barang selama 1 periode. Suatu negara dikatakan deficit perdagangan
jika nilai ekspor lebih kcil dari nilai import, dikatakan ‘surplus’ bila
kondisi sebaliknya.
Neraca
jasa mencatat
ekspor-import jasa selama 1 periode.
Contoh impor jasa adalah penggunaan jasa-jasa negara lain untuk mengirim
barang, kegiatan haji, traveling, atau kegiatan lainnya. Bidang jasa
tersebut misalnya jasa transportasi, jasa hotel, jasa restoran, dan
sebagainya. Ekspor jasa sebaliknya, jika
negara atau warga negara lain menggunakan jasa-jasa dalam negeri.
Neraca jasa juga mencatat
pendapatan modal (yaitu pendapatan yang diperoleh karena memiliki asset-aset
finansial serta asset fisik di negara lain) dan pembayaran pendapatan modal
(yaitu pembayaran-pembayaran atas kepemilikan pihak asing di dalam negeri). Seperti halnya neraca peragangan, neraca jasa
dikatakan deficit jika import jasa lebih besar daripada ekspor jasa, dan
sebaliknya.
Neraca non balas jasa
mencatat transaksi-transaksi yang bukan sebagai akibat balas jasa. Contoh : hibah yang diberikan atau diterima
negara lain, transfer uang antar negara oleh suatu keluarga untuk keperluan
sekolah/kuliah.
Neraca
Modal. Neraca modal
adalah bagian dari BOP yang mencatat pembelian dan penjualan asset-aset
finansial seperti surat berharga, deposito perbankan, dan investasi
langsung. Neraca modal mencatat arus
masuk modal dan arus keluar modal selama periode tertentu.
Neraca modal dibedakan
menjadi
1. Neraca
modal pemerintah, yang mencatat arus keluar masuk modal di sector pemerintah,
2. Neraca
modal swasta, yang mencatat arus keluar masuk modal sector swasta (dunia
usaha).
Neraca modal disebut
deficit jika arus modal masuk lebih sedikit daripada arus modal keluar dan dikatakan
surplus jika kondisi sebaliknya.
Neraca
Penyeimbang.
Neraca penyeimbang merupakan bagian dari BOP yang menjelaskan bagaimana
surplus atau deficit BOP dibiayai, atau apa yang dilakukan pemerintah, sehingga
saldo neraca pembayaran = 0 (neraca lancar + neraca modal = 0). Jika neraca lancar mengalami deficit (-) 100,
maka neraca modal harus dibuat + 100 agar = 0.
Mengapa
perlu neraca
penyeimbang ? Karena neraca pembayaran
mempunyai konsekuensi terhadap nilai tukar mata uang. Jika saldo neraca
pembayaran deficit, maka permintaan terhadap mata uang asing
meningkat, hal ini dapat menyebabkan melemahnya nilai tukar domestic.
Jika pemerintah ingin menjaga stabilitas
nilai tukar, maka saldo neraca pembayaran harus dibuat = 0.
Kasus sebaliknya, jika
Indonesia mengalami surplus BOP. Hal ini berarti pertambahan permintaan
terhadap rupiah lebih besar.
Jika dibiarkan akan memperkuat nilai tukar rupiah tapi di sisi lain
dapat memperlemah ekspor karena harga jual komoditas Indonesia dalam mata uang
asing akan lebih mahal. Langkah yang biasa diambil pemerintah agar
terjadi keseimbangan adalah membeli mata uang asing sehinga peredaran (suplay)
mata uang asing di pasaran berkurang.
Dalam BOP, tindakan pemerintah menetralisir surplus atau deficit terlihat dalam bagian lalu lintas moneter (monetary
movement).
Selisih
Perhitungan. Dalam
BOP, transaksi-transaksi yang tidak tercatat dimasukkan ke dalam bagian selisih
perhitungan, yang istilah lainnya disebut error
and omission.
CONTOH NERACA PEMBAYARAN
AMERIKA SERIKAT TAHUN 1994 (DALAM US$ MILLIAR)
NERACA
LANCAR
Ekspor
Barang
Impor
Barang
Neraca
perdagangan
Ekspor jasa
Impor jasa
Ekspor
jasa netto
Penerimaan dari investasi
Pembayaran dari investasi
Pendapatan
bersih dari investasi
Lain-lain
Keseimbangan
neraca lancar
NERACA
MODAL
Perubahan
asset swasta USA di luar negeri
Perubahan
asset swasta asing di USA
Perubahan
asset pemerintah USA di luar negeri
Perubahan
asset pemerintah asing di USA
Keseimbangan neraca
modal
Selisih perhitungan
Keseimbangan neraca
pembayaran
|
502.7
-669.1
-166.4
195.3
-135.3
60
134.9
-150.1
-15.2
-34.1
-155.7
-130.8
275.7
5.1
38.9
188.9
-33.2
0
|
CONTOH
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA
TAHUN 1996 (DALAM US$ JUTA)
NERACA
LANCAR
Neraca perdagangan
Ekspor
Impor
Neraca jasa, netto
NERACA
MODAL
Sektor pemerintah netto
Penerimaan
Penggunaan
Sektor swasta netto
Investasi asing langsung
Lain-lain
Neraca Modal + Neraca Lancar
Selisih perhitungan
Lalu lintas moneter
|
-8.804
5.129
50.493
-45.364
-13.933
11.492
-584
5.631
6.215
12.076
6.194
5.882
2.688
1.763
4.451
|
URAIAN
NERACA AS.
Neraca
pembayaran Amerika dan Indonesia disusun
dalam format yang berbeda namun struktur dasarnya sama.
Neraca
Lancar
Pada
1994 AS mengalami deficit neraca lancar
sebesar US$ 155,7 milliar. Defisit
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
1. Defisit perdagangan US$ 166,4 miliar yg disebabkan impor barang
lebih besar daripada ekspor barang (US$ 502.7miliar).
2. Surplus neraca jasa sebesar US$ 60
miliar karena ekspor jasa USA lebih besar daripada impornya.
3. Defisit dalam pendapatan investasi US$
15,2 miliar disebabkan jumlah penerimaan penduduk AS dari investasinya di luar
negeri sebesar US$ 134,9 miliar adalah lebih kecil daripada jumlah pendapatan
yang harus dibayarkan kepada penduduk luar negeri yang melakukan investasi di
AS.
4. Defisit penerimaan non balas jasa
sebesar US$ 34,1 miliar menunjukkan
bahwa posisi AS sebagai negara pemberi bantuan kepada negara lain.
Neraca
Modal
Dalam
neraca lancar AS mengalami deficit, maka di neraca modal terjadi surplus
sebesar US$ 144,9 miliar, sebab modal yang mengalir keluar lebih kecil dari
arus yang masuk.
Selisih
Perhitungan
Selama
1994 ada transaksi AS yg tidak tercatat sebesar –US$ 33,2 miliar. Hal ini kemudian dicatat sebagai selisih
perhitungan. Selisih perhitungan yang negative menyebabkan surplus naca modal menjadi hanya
US$ 111,7 miliar (144,9-33,2).
Neraca
Penyeimbang.
Defisit
neraca lancar sebesar US$ 155,7 m yang diimbangi dengan surplus neraca modal US$ 111,7 m menyebabkan BOP AS
mengalami surplus US$ 44 m. Surplus ini akan menaikkan nilai tukar dollar
tapi akan menurunkan ekspor. Surplus BOP
AS ini pada saat yang bersamaan merupakan deficit negara lain yang menyebabkan
nilai tukar mata uangnya melemah terhadap AS.
Item (8) dan (9) menunjukkan apa yang dilakukan AS dan negara lain untuk
mengatasi masalah tersebut. Item (8)
menunjukkan AS menjual dollar senilai US$ 5,1 m dan item (9) menunjukkan
negara-negara mitra membeli mata uang AS senilai US$ 38,1 m. Dengan demikian, poin (8) dan (9) adalah
Neraca Penyeimbang dalam BOP di atas.
URAIAN NERACA INDONESIA.
Neraca Lancar.
Tahun
1996 Indonesia menikmati surplus perdagangan
sebesar US$ 5.129 juta sebab ekspor (US$ 50.493) lebih besar daripada
impor. Namun karena deficit neraca
jasa yang sangat besar (US$ 13.933 juta)
maka Indonesia mengalami deficit neraca lancar sebesar US$ 8.804 juta.
Neraca Modal.
Surplus
neraca modal Indonesia sebesar US$ 11.492 juta.
Penyebab surplus adalah aliran modal sector swasta sebesar US$ 12.076 juta yang disebabkan
aliran modal masuk lebih besar daripada modal keluar. Modal masuk terutama berupa investasi langsung sebesar US$ 6.194 juta
sedangkan modal masuk dalam bentuk lain adalah US$ 5.882 juta.
Selisih Perhitungan
Defisit
neraca lancar US$ 8804 juta dan surplus neraca modal US$ 11492 juta menyebabkan surplus neraca
pembayaran sebesar US$ 2688 juta. Ada
transaksi tak tercatat sebesar US$ 1763 juta, transaksi ini masuk dalam pos
selisih perhitungan. Transaksi tak
tercatat ini memperbesar surplus neraca pembayaran menjadi
US$ 4451 juta.
Neraca Penyeimbang
Surplus
neraca pembayaran akan memperkuat nilai tukar rupiah namun akan memperkecil
ekspor. Upaya pemerintah untuk mengatasi
ini terlihat dalam neraca penyeimbang yang diberi nama ‘lalu lintas moneter’,
yaitu membeli US$ sebesar 4451 juta (yang merupakan cadangan devisa). ()
Interaksi dengan Dunia Internasional :
Valuta Asing dan Nilai Tukar Mata Uang
Valuta
asing (foreign exchange) adalah mata
uang negara lain dari suatu perekonomian, misalnya Yen Jepang, Ringgit
Malaysia, Bath Thailand, Dollar Amerika, dan lain-lain. Valuta asing yang beredar atau diperdagangkan
disuatu negara atau kawasan biasanya karena negara asal mata uang asing tersebut memiliki
hubungan dagang langsung.
Permintaan
terhadap
valuta asing timbul bila penduduk suatu negara membutuhkan barang/jasa
yang diproduksi negara lain. Dengan kata lain, permintaan valuta
asing
meningkat bila impor meningkat. Hal-hal lain
yang mempengaruhi permintaan valuta
asing adalah harga mata uang asing tersebut, tingkat pendapatan, tingkat
bunga
relative, selera, dan kebijakan
pemerintah. Bila nilai tukarnya makin
murah, permintaan terhadap valuta asing akan meningkat. Selama yang
berubah hanyalah nilai tukar,
kurva permintaan akan bergeser ke kanan jika makin banyak impor, dan
akan
bergeser ke kiri jika impor semakin sedikit.
Dari
sudut penawaran, penawaran valuta asing meningkat bila ekspor meningkat. Selain itu, penawaran juga akan meningkat
jika arus masuk modal lebih besar dari arus keluar modal. Kurva penawaran akan bergeser ke kanan jika
ekspor meningkat, dan akan bergeser ke kiri jika ekspor menurun. Begitu pula jika arus modal masuk meningkat,
kurva penawaran akan bergeser ke kanan dan sebaliknya jika arus modal masuk
menurun.
Mekanisme
penentuan nilai tukar ditentukan oleh interaksi kekuatan permintaan dan
penawaran.
Tidak
semua negara menentukan nilai tukar mata uangnya melalui mekanisme pasar,
melainkan melalui keputusan pemerintah (sistem kurs tetap). Keputusan pemerintah tentang kurs ini
berlaku temporer (bukan untuk
selamanya), artinya pemerintah akan membuat keputusan lagi jika dibutuhkan guna
menyesuaikan kurs mata uangnya, yaitu dengan
menaikkan nilai tukar mata uang dalam negeri (revaluasi) atau menurunkan
(devaluasi). Keputusan pemerintah
mengenai revaluasi atau devaluasi ini tetap mengacu kepada harga mata uang di
pasaran, hanya saja fluktuasinya dibuat lebih lambat.
Sistem Ekonomi Indonesia :
Evolusi Pemikiran Sistem Ekonomi Pancasila
Debat tentang
sistem perekonomian Indonesia, sistem
perekonomian seperti apa yang cocok diterapkan Indonesia, telah
berlangsung sejak lama sekali dan terus berlanjut hingga saat ini.
Menurut Sri Edi Swasono (1985), pergulatan
pemikiran sentang sistem perekonomian Indonesia (disebut Sistem Ekonomi
Pancasila, disingkat SEP) pada hakekatnya merupakan dinamika penafsiran
tentang
pasal-pasal ekonomi dalam UUD 45. Pada
tahun 1946 dalam konferensi ekonomi Indonesia di Yogyakarta, Wakil
Presiden, Moch. Hatta, pernah
menegaskan bahwa dasar sistem perekonomian Indonesia adalah pasal 33
UUD 1945.
Pasal
33 UUD 45 :
(1)
Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan
(2)
Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
(3)
Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33 UUD 45 secara
tegas menggarisbawahi sikap para pendiri negara yang menolak sistem
perekonomian Kapitalis-Liberal. Dalam
kesempatan tersebut, Hatta menegaskan bahwa
dasar perekonomian yang sesuai dengan asas kekeluargaan adalah
koperasi. Sedangkan bidang-bidang yang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak menurut UU No.1
/1967 tentang Penanaman Modal adalah
1. Pelabuhan-pelabuhan
2. Produksi,
transmisi, dan distribusi tenaga listrik untuk umum
3. Telekomunikasi
4. Pelayaran
5. Penerbangan
6. Air
minum
7. Kereta
api umum
8. Pembangkit
tenaga atom
9. Media
massa.
Pasal lain yang merupakan rangkaian
pasal 33 UUD 45 adalah
a. Pasal
23, ayat 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja
ditetapkan tiap-tap tahun dengan UU.
Apabila DPR tidak menyetujui aggaran yang diusulkan,
pemerintah menjalankan anggaran ahun yang lalu.
b. Pasal
27, ayat 2 : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
c.
Pasal 34 : Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara.
Evolusi pemikiran sistem
ekonomi Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Sistem Ekonomi Pancasila (SEP)
tidak lepas dari peran tokoh-tokoh begawan ekonomi seperti Hatta, Wilopo,
Widjojo Nitisastro, Soemitro Djojohadikoesoemo, dll. Berikut di bawah ini pemikiran beberapa tokoh
ekonomi :
(1)
Pemikiran
Mohammad Hatta.
Bung Hatta adalah salah
seorang perumus UUD 45 tentang perekonomian, terkhusus pasal 33. Pasal 33 UUD 45 dirumuskan berdasar pada
pengalaman pahit yang dialami bangsa Indonesia selama penjajahan Belanda yang
menganut Kapitalis-Liberal. Bung Hatta
berpendapat sistem perekonomian yang paling tepat adalah Koperasi karena akan
melibatkan segenap masyarakat dalam pembangunan dengan dasar kekeluargaan.
(2)
Pemikiran
Wilopo.
Wilopo
menyampaikan
pandangan perekonomiannya pada pembahasan UUDS tanggal 23 September 1955
yang
identik dengan pasal 33 UUD 45. Menurut
Wilopo, pasal 33 UUD 45 telah sangat jelas menolak sistem
capital-liberal. Karena itu, SEP juga harus menolak sector swasta yang
merupakan penggerak utama
sistem capital-liberal itu. Wilopo
khawatir, sistem capital-liberal akan mengeksploitasi kaum buruh
/pegawai oleh
pemilik modal.
(3)
Pemikiran
Widjojo Nitisastro.
Widjojo Nitisastro
menyampaikan pandangan ekonominya pada pembahasan UUDS tahun 1955. Menurut Widjojo, UUD 45 pasal 27 tidak
menolak sector swasta dalam perekonomian Indonesia (SEP), hanya saja agar tidak
terjadi eksploitasi oleh pemilik modal seperti yang dikhawatirkan Wilopo, peran
negara harus sangat signifikan dalam memimpin perekonomian negara.
(4)
Pemikiran
Mubyarto.
Menurut Mubyarto, SEP bukan sistem
kapitalis-liberal, bukan juga sosialis.
Salah satu indikatornya adalah pandangan SEP tentang manusia. Menurut sistem capital-liberal maupun
sosialis, manusia hanya dipandang sebagai mahluk rasional yang memiliki kecendrungan
memenuhi kebutuhan materi saja. Menurut
Mubyarto tentang pandangan manusia (yang sesuai SEP) adalah mahluk yang menuntut pemenuhan
keseimbangan kebutuhan jasmani dan ruhani, baik karena dorongan rasional maupun
moral.
(5)
Pemikiran
Emil Salim.
Pemikiran Emil Salim
tentang SEP dikenal sebagai ‘sistem
ekonomi pasar dengan perencanaan’. Emil
Salim senada dengan Mubyarto, sistim ekonomi Indonesia adalah unik, disebut
Sistem Ekonomi Pancasila, sesuai dengan ideology negara.
(6)
Pemikiran
Soemitro Djojohadikoesoemo.
Soemitro mengatakan
pandangannya tentang sistem perekonomian Indonesia (SEP) di Washington tanggal
22 Februari 1949 : sistem perekonomian
yang dicita-citakan bagsa Indonesia ialah
suatu macam ekonomi campuran.
Lapangan-lapangan tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh
pemerintah, sebagian yang lain akan
tetap dijalankan sebagai usaha sector swasta.
Lingkungan usaha swasta harus
tunduk pada politik pemerintah terutama yang berkaitan dengan syarat kerja, upah dan gaji, serta politik
pegawai.
Ciri-ciri
Sistem Ekonomi Pancasila.
Ciri-ciri SEP menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (Pengantar
Ilmu Ekonomi, 2004) sebagai berikut :
1. Peranan
negara penting dan strategis, namun tidak dominan.
2. Sistem
ekonomi tidak didominasi oleh modal, tidak juga oleh buruh/pegawai, pemilik dan
buruh/pegawai adalah mitra berdasar asas kekeluargaan.
3. Masyarakat
memegang peranan penting.
4. Negara
menguasai bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya.
Ciri-ciri perekonomian yang membahayakan SEP :
1. Sistem
ekonomi liberal, menumbuhkan eksploitasi
atau pemerasan terhadap
manusia dan bangsa lain.
2. Sistem
ekonomi komando, yaitu negara beserta aparaturnya mendesak, mematikan potensi,
dan dan daya kreasi unit ekonomi swasta.
3. Persaingan
tidak sehat dan monopoli. ()
Daftar
Pustaka
Rahardja,
Prathama dan Manurung, Mandala. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi – Mikroekonomi dan Makroekonomi. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta
Putong,
Iskandar. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro
dan Makro. Ghalia Indonesia. Jakarta
Sukirno,
Sardono. 1994. Pengantar Teori Makroekonomi.
RajaGrafindo Persada. Jakarta
Siamat,
Dahlan. 1995. Manajemen
Lembaga Keuangan. Intermedia
Jakarta. Jakarta