Ilmu pengetahuan dan metode ilmiah
3 minute read
0
Ilmu pengetahuan lazim dipergunakan dalam pengertian
sehari-hari terdiri dari dua kata yaitu; “ilmu” “pengetahuan” yang
masing-masing mempunyai identitas sendiri-sendiri. Membicarakan pengetahuan
saja akan menimbulkan berbagai masalah, misalnya kemampuan indera dalam
memahami fakta pengalaman, dunia ralitas, hakikat pengetahuan, kebenaran,
kebaikan, membentuk pengetahuan, sumber pengatahuan, sumber pengetahuan dan
sebagainya. Kesemuanya telah lama dipermasalahkan oleh para ahli seperti;
Socrates, Plato, dan Aristoteles dimana pemikiran tentang pengetahuan disebut
“epistomologi”, yaitu “epis” (pengetahuan) dan “logos” (pembicaraan/ilmu).
Kebutuhan sekarang ini adalah pengetahuan ilmiah yang
harus ditingatkan karena pengetahuan, perbuatan, ilmu, dan etika semakin saling
berkaitan. Seringkali diambil keputusan dalam menerapkan secara praktis
pengetahuan ilmiah. Hal-hal ini mempertanyakan bagaimana mengkaji kemampuan
manusia mengembangkan ilmu pengetahuan guna memanfaatkan sumber daya alam, dan
sumber manusia itu sendiri.
Binatang memiliki pengetahuan, tetapi hanya terbatas
untuk mempertahankan jenisnya. Manusia mempunyai nalar, artinya berfikir secara
logis dan analisis. Kemampuan menalar adalah karena mempunyai bahasa-bahasa
untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak. Maka manusia bukan
hanya mempunyai pengetahuan, tetapi mampu mengembangkannya.
Pengetahuan manusia bukan hanya diperoleh melalui nalar
saja, namun dengan kegiatan berpikir lainnya seperti perasaan, intuisi atau
diperoleh lewat wahyu. Induksi dan deduksi merupakan inti penalar logika
emperis. Kegiatan berpikir ilmiah menggunakan teori koherensi maupun teori
korespondensi dalam menetapkan kebenaran hasil.
Manusia satu-satunya makhluk yang mengembangkan
pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun terbatas untuk
survival(kelangsungan hidup). Seekor kera tahu dimana jambu yang enak dimakan,
anak tikus tahu bahwa kucing itu ganas, tentu pengetahuannya diajari oleh induknya
bahwa kucing berbahaya untuk kelangsungan hidupnya. Manusia mengembangkan
pengetahuannya melebihi untuk kelangsungan hidupnya. Dapat disimpulkan bahwa
manusia tujuan hidupnya lebih tinggi.
Pengetahuan manusia dapat dikembangkan melalui dua hal,
pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan
jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Seekor rusa dapat
menyampaikan kepada temana-temannya bahwa ada pemburu dating untuk menangkap,
namun ia tidak mampu menyampaikan kepada rusa lainnya jalan pikirannya secara
analitis. Kedua manusia mampu mengembangkan pikirannya, karena adanya alur dan kerangka fikir
tertentu yang disebut nalar. Insting binatang jauh lebih peka daripada seorang
sarjana geologi. Bintanang yang ada disekitar gunung berapi sebelum meletus
sudah menghindar mencari perlindungan, namun tidak menalar apa penyebab apa
penyebab terjadinya gunung meletus.
Hakekat penelaran adalah suatu proses berfikir dalam
suatu penarikan kesimpulan berupa
pengetahuan. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berfikir, merasa,
bersikap, dan bertindak. Penelaran dapat menghasilkan pengetahuan yang
dikaitkan dengan kegiatan berfikir. Meskipun demikian tidak semua kegiatan
berfikir menyadarkan diri pada penelaran, cara penelaran mempunyai
kiarakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berfikir merupakan kegiatan mental untuk menentukan
kebenaran apa yang disebut benar tiap orang. Memberikan tanggapan yang
berbeda-beda. Penelaran sebagai kegaitan berfikir mepunyai ciri yaitu; Pertama, adanya suatu pola piker yang dapat
disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa setiap bentuk penalaran
mempunyai logika tersendiri, atau disebtut suatu “proses berfikir logis”, yaitu
suatu pemikiran dengan mempunyai pola tertentu. Kedua, penelaran bersifat
analitik, yaitu suatu kegiatan yang menyandarkan diri pada suatu analisis dan
kerangka pemikiran yang disebut kegiatan analisis yang mengguanakan logika
ilmiah.
Tidak semua kegiatan berfikir berdasarkan pada penalaran,
oleh karena itu tidak semua kegaiatan berfikir bersifat logis dan analitis.
Oleh karena itu dapat dibedakan berpikir menurut penalaran dan bukan
berdasarkan penalaran. Seperti intuoso suatu kegiatan pengetahuan yang bukan
berdasarkan penalaran. Karna intuisi non analitik yang tidak mendasarkan diri
pada pola piker tertentu. Jadi pengetahuan manusia terdiri atas pengetahuan
penalaran yang analitis dan pengetahuan non analitis yaitu intuisi dan
perasaan. Disamping itu manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui wahyu atau
pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa tanpa melalui usaha nalar.
Logika berpikir didefinisikan sebagai pengkajian secara
sahih. Ada dua cara penarikan kesimpulan berdasarkan logika yaitu logika
induktif dan logika deduktif. Induktif merupakan cara berfikir dimana suatu
penarikan kesipulan dimulai dari kasus bersifat khusus dan menarik kesimpulan
bersifat umum. Contoh: kalo kita mengemukakan pernyataan bahwa kambing, sapi,
harimau, kucing, dll mempunyai dua mata, berdasarkan pernyataan itu dapat
disimpulkan bahwa semua binatang mempunyai dua mata. Deduktif adalah
sebaliknya, yaitu cara mengemukakan fakta-fakta yang bersifat umum dan menarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Cara penarikan kesimpulan seperti ini
menggunakan pola piker yang disebut ‘silogismus’. Silogismus yang disusun dari
dua pernyataan dan satu kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus
disebut premis mayor. Contohnya: semua manusia mempunyai mata(premis mayor). Si
Badu seorang manusia (premis minor). Jadi kesimpulannya adalah Si Badu
mempunyai mata.
Teori kebenaran lainnya adalah; korespondensi, koherensi
dan pragmatism. Teori korespondensi mengatakan suatu pernyataan benar apabila
berhubungan dengan objek yang dituju. Misalnya seorang mengatakan bahwa
“Ibukota RI adalah Jakarta” pernyataan ini benar karena korespondensi dengan
obyek yang dituju Jakarta memang merupaka Ibukota Republik Indonesia. Teori
pragmatis mengatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan apabila bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis . Artinya suatu