Ilmu pengetahuan dan metode ilmiah

             Ilmu pengetahuan lazim dipergunakan dalam pengertian sehari-hari terdiri dari dua kata yaitu; “ilmu” “pengetahuan” yang masing-masing mempunyai identitas sendiri-sendiri. Membicarakan pengetahuan saja akan menimbulkan berbagai masalah, misalnya kemampuan indera dalam memahami fakta pengalaman, dunia ralitas, hakikat pengetahuan, kebenaran, kebaikan, membentuk pengetahuan, sumber pengatahuan, sumber pengetahuan dan sebagainya. Kesemuanya telah lama dipermasalahkan oleh para ahli seperti; Socrates, Plato, dan Aristoteles dimana pemikiran tentang pengetahuan disebut “epistomologi”, yaitu “epis” (pengetahuan) dan “logos” (pembicaraan/ilmu).
            Kebutuhan sekarang ini adalah pengetahuan ilmiah yang harus ditingatkan karena pengetahuan, perbuatan, ilmu, dan etika semakin saling berkaitan. Seringkali diambil keputusan dalam menerapkan secara praktis pengetahuan ilmiah. Hal-hal ini mempertanyakan bagaimana mengkaji kemampuan manusia mengembangkan ilmu pengetahuan guna memanfaatkan sumber daya alam, dan sumber manusia itu sendiri.
            Binatang memiliki pengetahuan, tetapi hanya terbatas untuk mempertahankan jenisnya. Manusia mempunyai nalar, artinya berfikir secara logis dan analisis. Kemampuan menalar adalah karena mempunyai bahasa-bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak. Maka manusia bukan hanya mempunyai pengetahuan, tetapi mampu mengembangkannya.
            Pengetahuan manusia bukan hanya diperoleh melalui nalar saja, namun dengan kegiatan berpikir lainnya seperti perasaan, intuisi atau diperoleh lewat wahyu. Induksi dan deduksi merupakan inti penalar logika emperis. Kegiatan berpikir ilmiah menggunakan teori koherensi maupun teori korespondensi dalam menetapkan kebenaran hasil.
            Manusia satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai  pengetahuan, namun terbatas untuk survival(kelangsungan hidup). Seekor kera tahu dimana jambu yang enak dimakan, anak tikus tahu bahwa kucing itu ganas, tentu pengetahuannya diajari oleh induknya bahwa kucing berbahaya untuk kelangsungan hidupnya. Manusia mengembangkan pengetahuannya melebihi untuk kelangsungan hidupnya. Dapat disimpulkan bahwa manusia tujuan hidupnya lebih tinggi.
            Pengetahuan manusia dapat dikembangkan melalui dua hal, pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Seekor rusa dapat menyampaikan kepada temana-temannya bahwa ada pemburu dating untuk menangkap, namun ia tidak mampu menyampaikan kepada rusa lainnya jalan pikirannya secara analitis. Kedua manusia mampu mengembangkan pikirannya,  karena adanya alur dan kerangka fikir tertentu yang disebut nalar. Insting binatang jauh lebih peka daripada seorang sarjana geologi. Bintanang yang ada disekitar gunung berapi sebelum meletus sudah menghindar mencari perlindungan, namun tidak menalar apa penyebab apa penyebab terjadinya gunung meletus.
            Hakekat penelaran adalah suatu proses berfikir dalam suatu penarikan kesimpulan berupa  pengetahuan. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Penelaran dapat menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berfikir. Meskipun demikian tidak semua kegiatan berfikir menyadarkan diri pada penelaran, cara penelaran mempunyai kiarakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
            Berfikir merupakan kegiatan mental untuk menentukan kebenaran apa yang disebut benar tiap orang. Memberikan tanggapan yang berbeda-beda. Penelaran sebagai kegaitan berfikir mepunyai ciri yaitu;  Pertama, adanya suatu pola piker yang dapat disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa setiap bentuk penalaran mempunyai logika tersendiri, atau disebtut suatu “proses berfikir logis”, yaitu suatu pemikiran dengan mempunyai pola tertentu. Kedua, penelaran bersifat analitik, yaitu suatu kegiatan yang menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka pemikiran yang disebut kegiatan analisis yang mengguanakan logika ilmiah.
            Tidak semua kegiatan berfikir berdasarkan pada penalaran, oleh karena itu tidak semua kegaiatan berfikir bersifat logis dan analitis. Oleh karena itu dapat dibedakan berpikir menurut penalaran dan bukan berdasarkan penalaran. Seperti intuoso suatu kegiatan pengetahuan yang bukan berdasarkan penalaran. Karna intuisi non analitik yang tidak mendasarkan diri pada pola piker tertentu. Jadi pengetahuan manusia terdiri atas pengetahuan penalaran yang analitis dan pengetahuan non analitis yaitu intuisi dan perasaan. Disamping itu manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui wahyu atau pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa tanpa melalui usaha nalar.
            Logika berpikir didefinisikan sebagai pengkajian secara sahih. Ada dua cara penarikan kesimpulan berdasarkan logika yaitu logika induktif dan logika deduktif. Induktif merupakan cara berfikir dimana suatu penarikan kesipulan dimulai dari kasus bersifat khusus dan menarik kesimpulan bersifat umum. Contoh: kalo kita mengemukakan pernyataan bahwa kambing, sapi, harimau, kucing, dll mempunyai dua mata, berdasarkan pernyataan itu dapat disimpulkan bahwa semua binatang mempunyai dua mata. Deduktif adalah sebaliknya, yaitu cara mengemukakan fakta-fakta yang bersifat umum dan menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Cara penarikan kesimpulan seperti ini menggunakan pola piker yang disebut ‘silogismus’. Silogismus yang disusun dari dua pernyataan dan satu kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis mayor. Contohnya: semua manusia mempunyai mata(premis mayor). Si Badu seorang manusia (premis minor). Jadi kesimpulannya adalah Si Badu mempunyai mata.
            Teori kebenaran lainnya adalah; korespondensi, koherensi dan pragmatism. Teori korespondensi mengatakan suatu pernyataan benar apabila berhubungan dengan objek yang dituju. Misalnya seorang mengatakan bahwa “Ibukota RI adalah Jakarta” pernyataan ini benar karena korespondensi dengan obyek yang dituju Jakarta memang merupaka Ibukota Republik Indonesia. Teori pragmatis mengatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan apabila bersifat fungsional dalam kehidupan praktis . Artinya suatu