KORUPSI
3 minute read
0
Pengertian Korupsi
Korupsi adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Arti kata korupsi secara harfiah ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Korupsi dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah usaha memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam undang-undang korupsi yang berlaku di Malaysia korupsi diartikan sebagai reswah yang dalam bahasa Arab bermakna suap.
Korupsi bisa terjadi apabila karena faktor-faktor sebagai berikut:
a) Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
b) Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
c) Kolonialisme.
d) Kurangnya pendidikan.
e) Kemiskinan.
f) Tiadanya hukuman yang keras.
g) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
h) Struktur pemerintahan.
i) Perubahan radikal.
j) Keadaan masyarakat
Sementara Soejono memandang bahwa faktor terjadinya korupsi, khususnya di Indonesia, adalah adanya perkembangan dan perbuatan pembangunan khususnya di bidang ekonomi dan keuangan yang telah berjalan dengan cepat, serta banyak menimbulkan berbagai perubahan dan peningkatan kesejahteraan. Di samping itu, kebijakan-kebijakan pemerintah, dalam upaya mendorong ekspor, peningkatan investasi melalui fasilitas-fasilitas penanaman modal maupun kebijaksanaan dalam pemberian kelonggaran, kemudahan dalam bidang perbankan, sering menjadi sasaran dan faktor penyebab terjadinya korupsi.
Sedangkan faktor yang menyebabkan merajalelanya korupsi di negeri ini menurut Moh. Mahfud MD adalah adanya kenyataan bahwa birokrasi dan pejabat-pejabat politik masih banyak didominasi oleh orang-orang lama. Lebih lanjut menurutnya orang-orang yang pada masa Orde Baru ikut melakukan korupsi masih banyak yang aktif di dalam proses politik dan pemerintahan. Upaya hukum untuk membersihkan orang-orang korup itu juga gagal karena para penegak hukumnya juga seharusnya adalah orang-orang yang harus dibersihkan. Faktor lainnya adalah hukum yang dibuat tidak benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat (Rule of Law), tetapi justru hukum dijadikan alat untuk mengabdi kepada kekuasaan atau kepada orang-orang yang memiliki akses pada kekuasaan dan para pemilik modal (Rule by Law).
Sebaliknya masyarakat kecil tidak bisa merasakan keadilan hukum. Hukum menampakkan ketegasannya hanya terhadap orang-orang kecil, lemah, dan tidak punya akses, sementara jika berhadapan dengan orang-orang ‘kuat’, memiliki akses kekuasaan, memiliki modal, hukum menjadi lunak dan bersahabat. Sehingga sering terdengar ucapan, seorang pencuri ayam ditangkap, disiksa dan akhirnya dihukum penjara sementara para pejabat korup yang berdasi tidak tersentuh oleh hukum (untouchable) Namun demikian sebenarnya usaha-usaha pemberantasan korupsi di Indonesia sudah banyak dilakukan, tetapi hasilnya kurang begitu nampak. Walaupun begitu tidak boleh ada kata menyerah untuk memberantas penyakit ini.
Banyak orang melihat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim penting dan logis kiranya untuk meneliti postulat hukum Islam kaitannya dengan korupsi dan bagaimana perspektif dan kontribusinya terutama terhadap kasus korupsi yang ada di Indonesia. Penulis sendiri berkeyakinan bahwa Islam datang untuk membebaskan dan memerangi sistem ketidakadilan bukan malah untuk melegalkan praktik-praktik yang melahirkan eksploitasi dan ketidakadilan. Tindak korupsi tentu termasuk hal yang harus diperangi Islam karena dapat menimbulkan masalah besar. Dengan kata lain, Islam harus ikut pula bertanggungjawab memikirkan dan memberikan solusi terhadap prilaku korupsi yang sudah menjadi epidemis ini. Tentunya Islam tidak bisa berbicara sendiri, harus ada usaha-usaha untuk menyuarakan konsep-konsep Islam, salah satunya dengan membongkar dogma hukum Islam. Sejauh pengetahuan setiap orang, kata korupsi secara literer memang tidak ditemukan dalam khasanah hukum Islam, tetapi substansi dan persamaannya bisa dicari dan ditelusuri dalam hukum Islam. Analogi tindakan korupsi bisa ke arah Ghulul, sariqoh, pengkhianatan dan lain-lain, tetapi terma-terma tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut. Terlebih lagi kalau menelusuri konsep hukum Islam untuk ikut memberantas tindakan korupsi.
Korupsi adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Arti kata korupsi secara harfiah ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Korupsi dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah usaha memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam undang-undang korupsi yang berlaku di Malaysia korupsi diartikan sebagai reswah yang dalam bahasa Arab bermakna suap.
Korupsi bisa terjadi apabila karena faktor-faktor sebagai berikut:
a) Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
b) Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
c) Kolonialisme.
d) Kurangnya pendidikan.
e) Kemiskinan.
f) Tiadanya hukuman yang keras.
g) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
h) Struktur pemerintahan.
i) Perubahan radikal.
j) Keadaan masyarakat
Sementara Soejono memandang bahwa faktor terjadinya korupsi, khususnya di Indonesia, adalah adanya perkembangan dan perbuatan pembangunan khususnya di bidang ekonomi dan keuangan yang telah berjalan dengan cepat, serta banyak menimbulkan berbagai perubahan dan peningkatan kesejahteraan. Di samping itu, kebijakan-kebijakan pemerintah, dalam upaya mendorong ekspor, peningkatan investasi melalui fasilitas-fasilitas penanaman modal maupun kebijaksanaan dalam pemberian kelonggaran, kemudahan dalam bidang perbankan, sering menjadi sasaran dan faktor penyebab terjadinya korupsi.
Sedangkan faktor yang menyebabkan merajalelanya korupsi di negeri ini menurut Moh. Mahfud MD adalah adanya kenyataan bahwa birokrasi dan pejabat-pejabat politik masih banyak didominasi oleh orang-orang lama. Lebih lanjut menurutnya orang-orang yang pada masa Orde Baru ikut melakukan korupsi masih banyak yang aktif di dalam proses politik dan pemerintahan. Upaya hukum untuk membersihkan orang-orang korup itu juga gagal karena para penegak hukumnya juga seharusnya adalah orang-orang yang harus dibersihkan. Faktor lainnya adalah hukum yang dibuat tidak benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat (Rule of Law), tetapi justru hukum dijadikan alat untuk mengabdi kepada kekuasaan atau kepada orang-orang yang memiliki akses pada kekuasaan dan para pemilik modal (Rule by Law).
Sebaliknya masyarakat kecil tidak bisa merasakan keadilan hukum. Hukum menampakkan ketegasannya hanya terhadap orang-orang kecil, lemah, dan tidak punya akses, sementara jika berhadapan dengan orang-orang ‘kuat’, memiliki akses kekuasaan, memiliki modal, hukum menjadi lunak dan bersahabat. Sehingga sering terdengar ucapan, seorang pencuri ayam ditangkap, disiksa dan akhirnya dihukum penjara sementara para pejabat korup yang berdasi tidak tersentuh oleh hukum (untouchable) Namun demikian sebenarnya usaha-usaha pemberantasan korupsi di Indonesia sudah banyak dilakukan, tetapi hasilnya kurang begitu nampak. Walaupun begitu tidak boleh ada kata menyerah untuk memberantas penyakit ini.
Banyak orang melihat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim penting dan logis kiranya untuk meneliti postulat hukum Islam kaitannya dengan korupsi dan bagaimana perspektif dan kontribusinya terutama terhadap kasus korupsi yang ada di Indonesia. Penulis sendiri berkeyakinan bahwa Islam datang untuk membebaskan dan memerangi sistem ketidakadilan bukan malah untuk melegalkan praktik-praktik yang melahirkan eksploitasi dan ketidakadilan. Tindak korupsi tentu termasuk hal yang harus diperangi Islam karena dapat menimbulkan masalah besar. Dengan kata lain, Islam harus ikut pula bertanggungjawab memikirkan dan memberikan solusi terhadap prilaku korupsi yang sudah menjadi epidemis ini. Tentunya Islam tidak bisa berbicara sendiri, harus ada usaha-usaha untuk menyuarakan konsep-konsep Islam, salah satunya dengan membongkar dogma hukum Islam. Sejauh pengetahuan setiap orang, kata korupsi secara literer memang tidak ditemukan dalam khasanah hukum Islam, tetapi substansi dan persamaannya bisa dicari dan ditelusuri dalam hukum Islam. Analogi tindakan korupsi bisa ke arah Ghulul, sariqoh, pengkhianatan dan lain-lain, tetapi terma-terma tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut. Terlebih lagi kalau menelusuri konsep hukum Islam untuk ikut memberantas tindakan korupsi.