Pengertian Agama, Islam dan Ihsan
9 minute read
0
A. PENGERTIAN IMAN
Iman berarti percaya, rukun iman itu
ada enam, yaitu percaya kepada Allah, kepada Malaikat-malaikat-Nya, kepada
Kitab-kitab-Nya, kepada Rasu-rasul-Nya, kepada Hari Akhir/Akhirat dan percaya
kepada qadha dan qadar dari Allah.
Menurut Imam Al Ghazali, yang
dimaksud dengan pokok agama (iman) adalah sebagai berikut:
1. Iman kepada
Allah yang Maha Esa.
2. Iman kepada
utusan-utusan-Nya.
3. Iman kepada
Hari Akhirat.
Iman kepada Allah ialah kepercayaan
yang mutlak mengakui adanya Allah yang telah mengutus Utusan-utusan-Nya. Dalam
kepercayaan ini harus mengandung tiga unsur, yaitu:
1. Diikrarkan/dinyatakan
dengan lisan.
2. Mengakui
kebenaran di dalam hati, dan
3. Dilaksanakan
dengan perbuatan anggota badan.
Iman adalah kepercayaan yang meresap
ke dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak bercampur ragu, serta memberi
pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan pemiliknya
sehari-hari (Yusuf Qardlawi, 1977:25).
Iman terletak didalam hati
sanubari. Iman adalah segala yang dibenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan
dan diamalkan itu sudah barang tentu adalah seluruh ajaran islam. Jika
seseorang sudah mengimani sluruh ajaran islam, maka orang tersebut sudah dapat
dikatakan mukmin.
Iman itu terdiri atas tiga
tingkatan :
1. Tingkatan mengenal. Pada tingkatan pertama ini seseorang baru
mengenalssuatu yang diimani.
2. Tingkat kesadaran. Pada tingkat kedua ini iman seseorang sudah lebih
tinggi, karena sesuatu yang diimani disadari oeh alasan-alasan tertentu.
3. Tingkat haqqul yaqin. Tingkat ini adalah tingkatan iman yang
tertinggi. Sseorang mengimani sesuatu tidak hanya mengetahui dengan
alasan-alasan tertentu, tetapi dibarengi dengan ketaatan dan berserah diri
kepada Allah
Hal yang paling pokok dalam iman
ialah percaya kepada Allah Yang Maha Esa dan percaya kepada para Utusan-Nya
yang membawa ajaran-ajaran, wahyu dan berita dari Allah. Ini tercermin dalam
lafaz syahadat yang pertama harus diucapkan atau dinyatakan oleh seseorang yang
masuk Islam. Hal ini pun sesuai dengan Firman Allah sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan
Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan
harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka Itulah orang-orang yang benar (QS. Al
Hujuraat: 15).
B. PENGERTIAN ISLAM
Arti kata
islam itu ialah “tunduk” dan patuh kepada perintah orang yang memberi perintah
dan kepada larangannya tanpa membantah”. Agama kita telah diberi nama Islam,
karena ia berarti taat kepada Allah dan tunduk kepada perintah-Nya tanpa
membantah. Islam adalah agama yang mengajarkan agar
manusia berserah diri dan tunduk sepenuhnya kepada Allah.
Nabi Muhammad saw bersabda :
Islam itu ialah engkau
menyembah Allah (menghambakan diri kepada-Nya, Dia sendiri saja), tiada engkau
persekutukan Dia dengan suatu yang lain, engkau dirikan sembahyang, engkau
keluarkan zakat yang difardukan, engkau berpuasa dibulan Ramadhan, dan engkau tunaikan
ibadah haji jika engkau sanggup pergi ke Baitullah. (H.R. Bukhari)
Ajaran islam memang harus
diyakini kebenaranya. Allah swt. telah menjamin kebenaran tersebut sebagaimana
firman-Nya :
Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam……(Q.S. Ali Imran : 19)
Segala sesuatu yang ada di dalam
alam ini, tunduk kepada suatu peraturan tertentu dan kepada undang-undang
tertentu. Matahari, bulan dan bintang-bintang semua tunduk kepada suatu
peraturan yang tetap, tidak dapat bergeser atau menyeleweng dari padanya
meskipun seujung rambut.
C. PENGERTIAN IHSAN
Ihsan artinya berbuat baik.
Ihsan adalah berbakti dan mengabdikan diri kepada Allah swt. Dengan dilandasi
kesadaran dan keikhlasan. Berbakti kepada Allah yakni berbuat sesuatu yang
bermanfaat, baik untuk diri sendiri, sesama manusia, maupun untuk makhluk lain.
Semua perbuatan itu dilakukan semata-mata karena Allah swt, seolah-olah orang
yang melakukan perbuatan itu sedang berhadapan dengan Allah.
Ihsan ada empat macam, yaitu :
1. Ihsan terhadap Allah, yakni menjalankan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya
2. Ihsan terhadap diri sendiri, yakni mengerjakan segala sesuatu
yang mendatangkan kebaikan bagi diri sndiri dan menghindari semua perbuatan
yang mendatangkan kecelakaan atau kerugian kepada diri sendiri
3. Ihsan terhadap sesama manusia, yakni berbuat baik kepada
saudara, tetangga, kerabat, maupun seagama
4. Ihsan terhadap makhluk lain (alam lingkungan), yakni berbuat
baik atau memelihara alam lingkungan agar tetap lestari dan tidak punah.
Iman yang kuat, akan
mengokohkan islam yang ada dijiwa dan akan melahirkan perbuatan ihsan yang
langsung terpancar dari Nur Ilahi.
D. HUBUNGAN IMAN, ISLAM, DAN IHSAN
Hubungan iman, islam, dan
ihsan bagaikan segitiga sama sisi. Hubungan antara sisi yang satu dengan sisi
yang lainnya sangat erat. Jadi orang yang taqwa ibarat segitiga sama sisi, yang
sisi-sisinya adalah iman, islam, dan ihsan. Segitiga tersebut tidak akan
terbentuk jika ketiga sisinya tidak saling mengait.
Iman itu membentuk jiwa dan watak
manusia menjadi kuat dan positif, yang akan mengejawantah dan diwujudkan dalam
bentuk perbuatan dan tingkah laku akhlakiah manusia sehari-hari adalah
didasari/diwarnai oleh apa yang dipercayainya. Kalau kepercayaannya benar dan
baik pula perbuatannya, dan begitu pula sebaliknya.
Iman yang tertanam di dada memberi
inspirasi positif kepada seseorang untuk berlaku dan beramal shaleh. Iman yang
benar membawa pribadi ke arah perubahan jiwa dan cara berpikir positif. Perubahan
jiwa tersebut merupakan suatu revolusi dan pembeharuan tentang tujuan hidup,
pandangan hidup, cita-cita, keinginan-keinginan dan kebiasaan (Yusuf Qadlawi,
1977: 251).
Melakukan pembaruan jiwa, mengubah
pandangan dan semangat adalah hal yang berat dan sulit, karena di dalam diri
manusia terdapat berbagai keadaan dan sifat. Nafsu dan syahwat adalah dua
kekuatan yang cendrung mendorong ke arah perbuatan negatif, menyimpang dari
akal sehat dan syari’at agama. Al-Qur’an membenarkan hal itu.[1]
Keimanan kepada keesaan Allah itu
merupakan hubungan yang semulia-mulianya antara manusia dengan penciptanya.
Oleh karena itu, mendapatkan petunjuk sehingga menjadi orang yang beriman,
adalah kenikmatan terbesar yang dimiliki oleh seseorang. Keimanan itu bukanlah semata-mata
ucapan yang keluar dari bibir dan lidah saja atau semacam keyakinan dalam hati
saja. Tetapi keimanan yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu akidah atau
kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati nurani, dari situ timbul bekas-bekas
atau kesan-kesannya, seperti cahaya yang disorotkan oleh matahari.
Salah satu kesan dari iman ialah
apabila Allah dan Rasul-Nya dirasakan lebih dicintai olehnya dari segala
sesuatu yang ada. Hal ini wajib ditampakkan, baik dalam ucapan, perbuatan dan
segala gerak-geriknya dalam pergaulan maupun sewaktu sendirian.
Dalam Al Qur’an, iman itu selalu
dikaitkan dengan amal perbuatan baik sebagai syarat bahwa iman yang
disempurnakan dengan amal baik berupa pelaksanaan rukun-rukun Islam, akan
menyebabkan manusia hidup berbahagia di dunia dan di akhiratnya. Di antaranya
dalam Al Qur’an Allah berfirman sebagai berikut:
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus
menjadi tempat tinggal, Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah
dari padanya (QS. Al kahfi: 107-108)
Dari ayat ini nampak jelas bahwa
iman yang dapat membawa ke arah kebahagian adalah yang disertai dengan amal
perbuatan yang baik
Iman adalah landasan tempat berpijak
atau sebagai tali yang menjadi tempat bergantungnya dalam kehidupan ini. Lebih
jelas lagi adalah ibarat yang diberikan oleh S. Abul ‘Ala Al Maududi tentang
iman, bahwa iman itu laksana/ibarat urat (akar) dalam kehidupan
tumbuh-tumbuhan. Dia menyatakan: “Hubungan antara Islam dengan iman adalah
laksana hubungan antara pohon dengan uratnya, demikian pulalah, mustahil
seseorang bisa menjadi muslim tanpa mempunyai iman.
Disamping adanya hubungan
antara iman, islam, dan ihsan, juga terdapat perbedaan antara ketiganya
sekaligus merupakan ciri masing-masing. Iman lebih menekankan pada segi
keyakinan didalam hati, islam merupakan sikap untuk berbuat atau beramal.
Sedangka ihsan merupakan pernyataan dalam bentuk tindakan nyata. Ihsan
merupakan ukuran tipis tebalnya iman dan islam seseorang
E. NALURI BERAGAMA
Islam adalah Agama alam semesta,
karena Islam maknanya ialah berserah diri dan patuh kepada perintah yang
memberi perintah dan larangannya tanpa membantah. Jadi, matahari, bulan dan
bumi adalah Muslim. Udara, air, cahaya, gelap dan panas adalah Muslim. Pohon,
kayu, batu dan binatang adalah Muslim. Bahkan manusia yang tidak mengenal
Tuhannya, ingkar kepada-Nya, menolak ayat-ayat-Nya, atau menyembah yang lain
dari pada-Nya dan menyekutukan-Nya Dia dengan sesuatu, adalah Muslim karena
fitrahnya yang ia diciptakan menurut fitrah itu.
Yang demikian itu adalah karena ia
tidak dilahirkan, tidak hidup dan tidak mati kecuali menurut undang-undang yang
diciptakan Allah untuk kelahirannya, hidupnya dan matinya. Begitu juga seluruh
anggota badannya semata-mata tunduk kepada Agama Islam, karena ia tidak tumbuh,
tidak menjadi besar dan tidak bergerak kecuali menurut undang-undang Allah ini
sendiri.
Bahkan pada hakikatnya lidahnya yang
dipergunakan untuk melahirkan faham-faham syirik dan kufurnya, karena kebodohannya
dan kedangkalan pikirannya, tidak tunduk kecuali kepada Agama Islam. Begitu
juga kepalanya yang memaksanya untuk membungkuk di hadapan yang lain dari pada
Allah, tidaklah tunduk kecuali kepada agama Islam, dengan kemudi fitrahnya yang
ia telah diciptakan menurut fitrah itu. Begitu juga hatinya yang menyuruhnya
untuk mencintai yang lain dari pada Allah dan memujanya karena kebodohannya dan
kedangkalan pikirannya, semata-mata adalah Muslim juga, karena fitrahnya dan
nalurinya. Semua mereka telah berserah diri kepada Allah dan patuh kepada
undang-undang-Nya.
Dalam surat al-a’raf ayat 172
Allah berfirman :
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Dalam ayat tersebut telah
diinformasikan bahwa manusia telah berikrar kepada Allah sebelum ia dilahirkan.
Dari sini kita ketahui bahwa manusia yang lahir telah dibekali tauhid kepada
Allah Sang Pencipta.
Setelah lahir keadaan sekitar
sang bayilah yang kemudian mempunyai pengaruh besar terhadap akidah sang anak,
secara umum lingkungan sang anak, dan orangtua bayi khususnya. Nabi Muhammad
saw bersabda “ Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang
tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi
Manusia di dalam kehidupannya
mempunyai dua segi yang berlain-lainan:
1. Pertama, ia tunduk
kepada undang-undang fitrah dan mematuhinya karena nalurinya. Ia adalah seorang Muslim yang telah dicetak menurut Islam dan diciptakan
untuk memikul tanggung jawab terhadapnya, sebagaimana makhluk-makhluk yang lain
di dalam alam ini.
2. Kedua, ia telah
dikaruniai akal, daya untuk memahami, memperhatikan dan menentukan pendapat.
Maka ia dapat menerima sesuatu dan menolak yang lain, menyukai sesuatu jalan
dan membenci yang lain dan menciptakan dari dirinya sendiri sesuatu kaedah
untuk berbagai-bagai segi kehidupan atau menerima sesuatu sistem kehidupan yang
diciptakan oleh orang lain. Jadi ia tidak terikat oleh dunia ini, tetapi ia
telah diberi kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan menentukan pilihannya
mengenai pendiriannya dan perbuatannya. Ia adalah
bebas untuk menentukan pilihannya, apakah ia hendak menjadi seorang Muslim atau
bukan Muslim.
Salah satu fitrah manusia, ialah
taat kepada-Nya seperti alam yang lain. Maka anda lihat ia taat kepada-Nya
siang dan malam tanpa disadarinya. Yang demikian itu adalah karena mustahil
bagi manusia akan tetap tinggal hidup, apabila ia menyalahi undang-undang alam.
Manusia tidak dipaksa untuk
mengikuti suatu jalan yang tertentu di dalam ujian ini. Jika kiranya ia
dipaksa, niscaya batallah tujuan dari ujian itu. Yang demikian itu adalah suatu
perkara yang terang tidak ada keragu-raguan dalam memahaminya.
Ada seorang
yang tidak mengetahui fitrah dirinya sendiri dan fitrah alam ini, yang salah
dalam mengenal khaliknya dan sifat-sifat yang dimiliki-Nya, yang memilih jalan
maksiat dan khianat dan yang tidak pandai mengambil mamfaat dari kemerdekaan
yang diberikan kepadanya di dalam kehendaknya. Maka adalah ia seorang gagal
senyata-nyatanya di dalam ujian ilmunya dan akalnya, kekuatannya dalam
memperbedakan antara yang buruk dan yang baik dan kesadarannya akan rasa
tanggung jawabnya. Ia menjadi saksi terhadap dirinya sendiri, bahwa ia adalah
salah seorang di antara orang-orang yang paling rendah di dalam segala segi.
Dan ada seseorang yang lain telah
lulus dalam ujian ini. Ia telah memperkerjakan pikirannya dan mengambil manfaat dari ilmu dan akal yang ada padanya sebesar-besarnya. Ia mengenal
khaliknya dan beriman kepada-Nya, meskipun ia tidak dipaksa untuk yang demikian
itu. Begitu juga ia tidak keliru dalam membedakan antara yang buruk dan yang
baik, dan memilih yang baik dengan pikirannya yang bebas. Yang demikian itu
adalah karena ia telah mempergunakan akalnya dengan baik.
Manusia itu terbagi menjadi empat
golongan dipandang dari segi kedua dasar ini: Iman dan Islam:
a. Orang-orang
yang beriman kepada Allah dengan iman yang menjadikan mereka taat kepada Allah,
patuh kepada hukum-hukum-Nya dengan sepenuhnya, berhati-hati terhadap apa yang
dilarang oleh Allah seperti orang berhati-hati memegang bara yang menyala di
tangannya dan bersegera mengerjakan amal yang diridhoi Allah sebagaimana orang
bersegera mencari harta. Mereka itulah orang-orang Mu’minin yang sejati.
b. Orang-orang
yang beriman kepada Allah, tetapi iman mereka tidak menjadikan mereka taat
kepada-Nya, patuh kepada hukum-hukum-Nya dengan sepenuhnya. Meskipun iman
mereka belum mencapai derajat kesempurnaan, tetapi bagaimanapun juga mereka
adalah orang-orang Muslimin.
c. Orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah, tetapi mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan
orang-orang Islam. Mereka pada hakikatnya adalah kaum pendurhaka. Adapun
perbuatan-perbuatan mereka yang terlihat baik pada lahirnya bukanlah suatu
ketaatan kepada Allah dan bukan pula suatu kepatuhan kepada undang-undang-Nya.
d. Orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah, dan juga melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk yang bertentangan dengan
hukum-hukum dan undang-undang-Nya.
Ternyata dari pembagian ini, bahwa
keberuntungan (sukses) manusia dan kebahagiannya di dunia dan di akhirat
tergantung kepada iman. Islam tidak lahir dengan sempurna atau kurang sempurna
kecuali dari benih iman. Di mana tidak ada iman di sana ada kufur. Kufur itu
adalah lawan Islam, yakni pembangkangan terhadap perintah Allah Swt, dengan
berbagai-bagai tingkatannya